Sijunjung Xcoder: Teknologi
Showing posts with label Teknologi. Show all posts
Showing posts with label Teknologi. Show all posts

Seperti Apakah Model Bisnis Google Stadia?

Pengumuman Google tentang Stadia adalah langkah besar menuju masa depan cloud gaming. Layanan ini memungkinkan pemain untuk melakukan streaming permainan video melalui cloud di berbagai perangkat yang berbeda. Google masih menyimpan banyak detail tentang Stadia di markasnya, dengan meninggalkan beberapa pertanyaan besar.

Mungkin yang utama di antara mereka adalah berapa biaya untuk menggunakan layanan streaming, subjek yang dapat memainkan peran utama dalam keberhasilannya. Selama GDC 2019, Google VP Phil Harrison telah diwawancarai staff GameSpot untuk mempelajari lebih banyak tentang layanan dan topik seputar harga.

Selama wawancara, kami bertanya kepada Harrison tentang model penetapan harga Stadia. Kami tidak mendapatkan terlalu banyak detail, tetapi Harrison mengungkapkan bahwa model penetapan harga untuk Sadia sudah ada - itu akan diungkapkan di kemudian hari.

Dalam sebuah wawancara dengan CEO Ubisoft Yves Guillemot, Guillemot memperkirakan Stadia akan diluncurkan dengan "banyak" model penetapan harga. "Entah kamu membayar harga penuh dan bermain; atau kamu juga bisa mendaftar, mungkin kamu akan bisa bermain satu jam atau dua jam sehari. Akan ada banyak cara," katanya.

Harrison juga berbicara tentang proses di balik memutuskan model bisnis spesifik untuk Stadia. "[Itu banyak] percakapan yang sangat mendalam dengan pengembang dan mitra penerbit kami selama berbulan-bulan, dan bertahun-tahun dalam beberapa kasus.

Banyak penelitian konsumen mendalam. Kami memiliki tim riset pengguna yang fantastis sebagai bagian inti dari tim Stadia selama dua tahun ini. Jadi, kami memiliki sudut pandang sendiri, kami kemudian menguji berbagai hipotesis dengan konsumen dan mitra penerbitan, dan kemudian mencapai hasil yang tepat. "

Selama wawancara, Harrison mengkonfirmasi bahwa Stadia tidak akan mendukung download offline. Ketika ditanya apakah Google akan mempertimbangkan untuk menambahkan opsi tersebut, Harrison mengatakan itu "secara teknis tidak mungkin." Dia lebih lanjut mengklarifikasi bahwa menambahkan unduhan offline ke Stadia "akan menjadi membahayakan visi kami."

Selama acara Google GDC keynote, perusahaan mengumumkan bahwa Stadia dijadwalkan untuk diluncurkan pada 2019 di AS, Kanada, Inggris, dan "sebagian besar" daerah di Eropa. Lebih detailnya lagi, seperti game apa saja yang akan dihadirkan ke layanan, akan terungkap di lain waktu.

Untuk saat ini, kita tahu Assassin's Creed Odyssey dan Doom Eternal telah dikonfirmasi hadir untuk layanan ini. Jika kamu melewatkan acaranya, kami telah mengumpulkan setiap berita game di Google.

Referensi:
gamespot

Menguak Lebih Dalam, Apa itu Stadia Buatan Google

Dengan layanan streaming game Stadia, kamu bisa main game next-gen lewat hape, laptop, PC, atau perangkat apapun yang kamu punya! Tapi butuh internet secepat apa?

Pagi ini, yang jadi buah bibir di dunia game adalah Stadia.

Dalam perhelatan Game Developer Conference 2019 di San Francisco, Google mengungkap Stadia, yang merupakan cloud gaming service.

Jadi, apa itu Stadia? Pada dasarnya, Stadia adalah layanan cloud gaming. Kamu bisa memainkan game secara streaming.

Dengan Stadia ini, kamu dikatakan hanya tinggal menekan tombol “Play” di akhir video YouTube. Lalu dalam lima detik saja, kamu sudah bisa memainkan game yang seharusnya memiliki spesifikasi berat di perangkat apapun yang kamu gunakan.

Kamu bahkan tidak perlu download atau melakukan instalasi. Laksana Netflix (di mana kamu tinggal memilih film, lalu filmnya diputar di perangkatmu), kamu hanya tinggal memilih game, dan kamu bisa memainkannya langsung.

Stadia juga dikatakan tidak membutuhkan perangkat khusus. Desktop?Laptop? Tablet? Smartphone? Dalam presentasi, semua perangkat ini dikatakan mungkin memainkan game melalui Stadia.

Perangkat Stadia yang diperkenalkan hanya controller yang dilengkapi dengan google assistant, itu pun tidak wajib untuk kamu gunakan.

Secepat Apa Internet yang Dibutuhkan Buat Main?
Berdasarkan presentasi Stadia, pengguna jasa cloud gaming ini tidak mutlak perlu memikirkan spesifikasi perangkat untuk main game next-gen.

Masalahnya, namanya juga streaming, secepat apa internet yang dibutuhkan buat main?

Bisa main game setingkat Assassin’s Creed Odyssey mengandalkan laptop seadanya mungkin menggoda, tapi kalau ada lag di controller atau gameplay ya mainnya tidak enak juga.

Pertanyaan ini sudah dijawab perwakilan Google ke media Kotaku. Dikatakan kalau kecepatan 25 mbps dapat menyajikan game dengan kualitas 1080p dan 60fps.

Perwakilan Google tersebut juga berharap saat Stadia rilis, mereka bisa menyajikan game dengan kualitas 4k 60 fps dengan kebutuhan bandwidth yang kira-kira sama.

Internet di rumahmu cukup gak tuh?

Rilisnya Kapan?
Menurut info yang sudah beredar, Stadia akan rilis di tahun 2019 ini, namun tanggal pastinya belum diumumkan.

Wilayah peluncuran perdana Stadia akan mencakup Amerika Serikat, Kanada, dan Britania Raya.

Duniaku.net akan memantau terus mengenai tanggal rilis dan wilayah peluncuran perdana Stadia, berhubung jasa cloud gaming ini berpotensi mengubah jagad video game di dunia.

Namun tidak mengherankan untuk saat ini, wilayah yang sudah disebutkan adalah negeri-negeri dengan koneksi internet yang cepat.

Semoga informasi di atas bisa menjawab rasa ingin tahu pembaca Duniaku.net soal apa itu Stadia.

Menarik juga ya kalau misalnya kamu habis ngeliat trailer dari game yang keren, lalu kamu bisa langsung memainkan game itu dengan klik link yang muncul di akhir.

Kami akan memantau terus perkembangan dari Stadia, terutama apakah layanan cloud gaming ini bisa mewujudkan janji-janjinya.

Referensi:

Mengintip Platform Google Stadia Yang Akan Mengubah Dunia Gaming

Perusahaan Internet Terbesar di dunia yaitu Google baru-baru ini mengeluarkan platform luar biasa. Pasalnya, Google mengungkap kehadiran Stadia, yang merupakan platform streaming game tanpa download maupun spek tinggi dan diperkirakan bisa menyaingi PS4 Pro maupun Xbox One X.

Namun, Stadia bukanlah konsol seperti kedua saingannya tersebut. Google Stadia merupakan sebuah platform streaming game yang memiliki kekuatan lebih dari 7.500 datacenter Google di seluruh dunia. Oleh karena itu, kamu bisa memainkan game high-end dengan grafis memukau sekalipun dengan menggunakan laptop biasa bahkan smartphone.

Memang sebelumnya sudah ada beberapa platform yang menawarkan layanan streaming game seperti Onlive (sekarang sudah ditutup sejak diakuisisi Sony), atau platform lokal seperti Emago dan Skyegrid. Bedanya, Google menyatakan bahwa game yang akan dimainkan lewat Stadia harus melalui proses porting terlebih dahulu, sehingga ini berarti Google Stadia memang khusus dikembangkan untuk memanfaatkan kekuatan platform tersebut.

Agar bisa memainkan game-game Stadia, Google menyatakan itu hanya semudah memencet tombol. Jadi misalnya kamu streaming gameplay di Youtube, kamu tinggal mengklik tombol Play di akhir video, maka dalam 5 detik kemudian game akan bisa kamu mainkan tanpa bersusah payah mendownload.

Google telah memperkenalkan Stadia pada pertengahan maret kemarin dalam acara Game Developer Center 2019 (GDC 2019) yang dilaksanakan di Moscone Center, San Francisco. Selain itu, mereka juga memperkenalkan kontroller spesial yang terhubung dengan layanan Stadia.

Media internet populer duniaku.net berkesempatan untuk hadir dalam acara tersebut dan merasakan bagaimana performa dari Stadia. Berikut ini ulasannya.

1. Kapan Stadia akan dirilis?
Masih belum ada tanggal resmi dari Google kapan platform Stadia ini dirilis. Namun, saat penulis mewawancarai salah satu staff Google di demo Stadia, mereka menyatakan bahwa Stadia akan segera dirilis tahun ini juga, meskipun masih terbatas untuk beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan sebagian Eropa Saja.

Belum ada kepastian juga apakah saat perilisan nanti Stadia akan langsung beroperasi secara penuh, ataukah hanya sekedar menguji seperti yang digelar Google akhir tahun lalu dengan Project Stream. Google juga masih merahasiakan berapa harga kontrollernya nanti, atau juga seperti apa model bisnis mereka nanti untuk Stadia.

2. Bisa berjalan di Chromebook dan menggunakan kontroler apa saja
Hal penting yang membuat Stadia menjadi platform “sejuta umat” adalah platform ini hampir bisa berjalan di gadget apapun. Selama acara GDC 2019, Google menggunakan Chromebook yang sebenarnya tidak layak digunakan untuk bermain game.

Contohnya adalah Chromebook bermerek Lenovo yang hanya memiliki RAM 4GB dan ruang penyimpanan SSD hanya 32 GB saja. Bisa dibayangkan jika kamu memainkan game PC sekelas Assassin’s Creed Odyssey di laptop spek kentang seperti itu?

Dengan Stadia, semuanya bisa terwujud!

Karena memang pada awalnya Stadia menjalankan game lewat browser. Jadi, PC, Laptop, maupun smartphone apa saja yang memiliki browser tentu bisa memanikannya. Tinggal melihat saja bagaimana koneksi internetnya.

Untuk kontrollernya, kamu tidak harus memiliki kontroller khusus buatan Stadia untuk memainkannya. Kontroller game PC mu saat ini pun bisa digunakan. Bahkan selama acara GDC 2019, Google menyediakan kontroller Logitech untuk memainkan platform Stadia.

Namun sayang, penulis (juga para pengunjung GDC 2019) masih belum sempat “mencicipi” kontroller asli Stadia. Kontroller tersebut masih terpajang rapi dalam kotak kaca, jadi hanya bisa dilihat saja.

3. Bagaimana Latensinya?
Salah satu hal penting yang menjadi PR bagi penyedia layanan streaming, terutama Stadia adalah masalah latensi. Lantensi adalah jeda waktu yang dibutuhkan dalam pengantaran paket data dari pengirim ke penerima. Semakin tinggi jeda waktu atau latency tersebut maka akan semakin tinggi resiko kegagalan akses. Banyak hal yang menyebabkan tinggi rendahnya latensi, mulai dari jaringan sampai kualitas gadget yang dipakai.

Saat menggunakan Stadia, penulis merasa latensi Stadia sangat rendah, bahkan hampir tidak ada. Assassin’s Creed Odyssey yang di demokan di Stadia nyaris tidak memiliki perbedaan performa dibandingkan versi konsolnya.

Gameplaynya terasa lancar, tidak ada lag sama sekali. Aksi saat kita memencet kontroller pun cukup responsif, nyaris tanpa ada jeda sedikitpun.

Kita tidak tahu apa yang ada dibalik demo Stadia GDC 2019. Barangkali, Google menyediakan internet khusus supercepat hanya untuk demo tersebut. Atau mungkin, satu laptop yang didemokan tersebut memakai satu koneksi yang terpisah. Tentu saja hasilnya suatu saat akan berbeda di masing-masing negara dengan kecepatan internet yang berbeda-beda.

Mengingat bagaimana Google memanfaatkan 7.500 datacenter untuk membangun Stadia (dan beberapa diantaranya ada di Indonesia) untuk memperkuat Stadia, kita berharap platform ini paling tidak bisa lebih stabil dibandingkan platform streaming game lainnya.

Referensi :
duniaku.net

7 Hal Penting Yang Perlu Diperhatikan Agar Laptop/PC Kuat Digunakan Bermain Game

Dalam bermain game laptop/PC kita mungkin akan sering menjumpai yang namanya lag, fps rendah, loading lama, dll yang membuat pengalaman bermain game menjadi tidak nyaman dan mengecewakan.

Semua itu disebabkan oleh banyak hal, dan salah satu penyebabnya adalah spesifikasi PC/Laptop. Spesifikasi PC atau laptop memiliki peran penting dalam menghadirkan pengalaman bermain game lebih baik dan lancar. Kali ini kita akan bahas 7 Hal Penting Yang Perlu Diperhatikan Agar Laptop/PC Kuat Digunakan Bermain Game. Simak baik-baik ya:

1. RAM
RAM dalah kepanjangan Random Access Memory. RAM berperan besar dalam menyimpan data secara sementara dan random. Semua tugas yang ada di komputer/laptop sementara disimpan dalam RAM. Data yang telah disimpan dalam RAM akan mempermudah kerja laptop. Jika ukuran RAM yang kamu miliki besar, maka game yang kamu mainkan akan semakin lancar.

Karena itulah dalam membeli laptop pastikan kamu membali yang ukuran RAM nya 4 GB keatas. Atau jika 2 GB kamu bisa membeli RAM lagi 2 GB di toko sekalian memasangnya. Saya telah membuktikan sendiri kalau RAM dalah bagian terpenting dalam game.

Dulu RAM saya hanya 2 GB dan saat digunakan untuk memainkan game berat seperti DOTA 2 akan mengalami loading yang sangat lama. Lag sedikit langsung DC sediri. Kemudian saya tambahkan RAM lagi 2 GB di toko komputer dan memasangnya sekalian. Hasilnya game yang saya mainkan loadingnya berkurang dan semakin lancar.

2.  VGA
VGA merupakan kepanjangan dari Video Graphics Array, yaitu tipe koneksi standar untuk perangkat video seperti monitor dan proyektor. Banyak orang masih belum bisa membandingkan VGA dengan GPU (Graphics Processing Unit), banyak yang menganggap Intel HD Graphics adalah VGA, hal tersebut tidaklah benar.

VGA yang dimaksud disini adalah ATI Radeon, Nvidia GeForce, Nvidia GTX, dll. Bukan Intel HD yang ada dalam laptop, Intel HD termasuk GPU yang memiliki fungsi yang mirip dengan VGA namun kemampuannya lebih rendah. Dalam gaming perangkat yang paling penting dibutuhkan adalah VGA bukan GPU.

VGA berperan penting dalam pemrosesan grafis dan membuat game menjadi lebih nyata. Semakin besar dan baik VGA nya maka grafis yang ditampilkan juga akan semakin bagus. VGA ada banyak macamnya, contohnya Nvidia GeForce atau AMD Radeon. Setiap VGA memiliki generasinya sendiri, dan semakin baru generasinya maka kualitasnya juga akan semakin baik.

VGA yang paling bagus adalah merek Nvidia, karena akan membuat laptop tidak cepat panas, dan grafis yang ditampilkan juga menakjubkan, namun harganya agak sedikit mahal. Saya sarankan untuk membeli VGA ini, sedangkan untuk yang lebih murah ada ATI Radeon buatan AMD yang tidak kalah bagus dengan harga yang lebih murah, namun akan membuat laptopmu cepat panas saat digunakan untuk main game.

VGA juga memiliki ukuran yang berbeda-beda, ada yang 1 GB, 2 GB, 4 GB bahkan 8 GB. Saya sarankan membeli laptop yang VGA nya 2 GB, karena rata-rata game PC membutuhkan VGA dengan ukuran tersebut. Emakin besar ukurannya tentunya akan membuat game yang kamu mainkan semakin lancar.

3. Processor
Processor merupakan perangkat pemrosesan yang mengatur semua aktivitas dalam komputer atau laptop. Atau bisa dibilang prosesor adalah otaknya komputer, tanpa otak komputer tidak akan bisa berpikir atau dijalankan.

Prosesor memiliki kecepatan yang beragam, ada prosesor yang memiliki kecepatan lambat seperti prosesor intel generasi pentium 4 ke bawah, sampai prosesor dengan kecepatan tinggi seperti Intel Core i5 dan i7. Setia prosesor juga memiliki kecepatan (clock speed) nya sendiri-sendiri. Biasanya game PC berat membutuhkan kecepatan prosesor 2,5 keatas.

Semakin cepat clock speed nya makan game yang kamu mainkan semakin lancar. Prosesor memiliki inti otak (core) yang juga beragam, seperti dual core, quad core, dan octacore. Prosesor memiliki pengaruh besar dalam lag tidaknya game.

Laptop yang sering lag jika digunakan untuk memainkan game biasanya memiliki kecepatan prosesor yang rendah, sedangkan laptop yang memiliki spesifikasi tinggi dengn prosesor generasi terbaru dan kecepatan clock speeen 2,5 keatas akan lancar digunakan untuk bermain GTA V sekalipun.

4. Hard Disk
Hard Disk adalah perangkat yang digunakan untuk menyimpan data di PC atau laptop. Standarnya laptop memiliki Hard Disk 500 GB sedangkan untuk laptop gaming biasanya ukuran Hard Disk nya 1 TB keatas.

Semakin besar ukuran hard disk nya maka game yang bisa kamu simpan akan semakin banyak. Seperti yang kita ketahui game PC sekarang ukurannya besar-besar. Hard Disk tidak berpengaruh dalam performa game dan lag tidaknya suatu game, namun tanpa perangkat ini kamu tidak akan bisa memainkan game, atau menyimpan data game yang sudah kamu mainkan.

5. Ukuran Layar
Untuk bisa memainkan game PC dengan baik, sebaiknya pilihlah layar ukuran standar yaitu 14 inch. Dengan ukuran layar ini, akan membuat kita lebih nyaman dlam bermain game. Selain itu, ukuran layar ini juga mendukung semua jenis game PC baik ringan maupun berat. 

6. Merk
Merk laptop memiliki pengaruh yang cukup besar dalam memainkan game. biasanya laptop dengan merek terkenal seperti Dell, Asus, Lenovo, Acer dll memiliki kualitas dan kemampuan yang baik. Setiap merek memiliki kelebihan sendiri-sendiri, contohnya seperti Dell yang memiliki desain kokoh, tahan lama dan kuat bagaikan HP Nokia jadul namun harganya mahal.

Asus yang memiliki ketahanan yang baik dan harga yang terjangkau namun spesifikasinya tidak sebaik Lenovo. Lenovo yang memiliki harga yang paling murah, spesifikasi yang tinggi namun desainnya rapuh sehingga mudah rusak. Acer yang memiliki kualitas tinggi, tahan lama namun harganya lebih tinggi dibandingkan Asus dan Lenovo.

7. Desain
Desain berpengaruh dalam ketahanan laptop yang kita gunakan. Desain yang terlalu ramping dan rapuh akan membuat laptop kita tidak tahan lama. Untuk itu pastikan laptop yang akan kamu beli atau akan kamu gunakan untuk bermain game cukup kuat.

Caranya yaitu dengan mengecek layarnya, apakah fleksibel dan mudah dibengkokkan sepeti triplek ataukah kokoh dan kuat seperti kayu jati. Desain yang rapuh biasanya terdapat dalam laptop merek Lenovo, sedangkan yang cukup kuat ada dalam merek Asus.

Dan yang paling kokoh dan kuat biasanya dimiliki dalam laptop merek Dell. Jika ingin tahan lama sayasarankan membeli laptop merek Dell dengan spesifikasi yang tinggi agar tidak lag saat digunakan untuk gaming.

Kesimpulan
Dari semua pertimbangan diatas, bisa kita lihat bahwa cukup banyak hal yang perlu diperhatikan saat akan membeli laptop gaming. Mulai dari RAM, prosesor, VGA, dll. Jika kamu masih bingung dengan penjelasan di atas, berikut ini saya buat spesfifikasi khusus menurut penulis sendiri yang bisa kamu gunakan untuk memainkan semua game PC dengan cukup lancar:
RAM: 4 GB
Prosesor: Core i5
VGA: Nvidia GeForce 2 GB
HD: 1 TB
Ukuran layar: 14 inci
Merk: Dell
Desain: Kokoh, kuat, atau cukup kuat

Nvidia VS AMD, Manakah VGA yang Terbaik?

Tanyakan kepada gamer konsol tentang persaingan abadi antara Xbox One X dan PS4 Pro. Namun, gamer PC telah memiliki permusuhannya sendiri, meskipun tanpa berita utama: Nvidia vs Amd. Meskipun kamu mungkin tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya, banyaknya inovasi dan persaingan yang muncul dari perseteruan teknologi ini tidak pernah berakhir. 

Namun tetap saja, jika kamu tidak bersedia untuk memberikan kesetiaan pada salah satu raksasa teknologi ini, mungkin akan sulit untuk memutuskan kartu grafis apa yang terbaik yang cocok untuk kebutuhanmu. Namun jangan khawatir kita akan membahas dan mencari tahu siapa pemenang dalam pertempuran tim hijau dan tim merah atau Nvidia vs AMD.

Pada 2018, Nvidia VS AMD masih menjadi persaingan besar. Hampir dua tahun setelah perilisan Nvidia's GTX 10 series, kita baru saja akhirnya melihat Nvidia mengumumkan Turing-powered GeForce RTX 2080. Kartu grafis baru ini akan hadir di toko pada 20 September, bersama RTX 2080 Ti, dengan RTX 2070 yang akan menyusul di kemudian hari. 

Pada tim merah, AMD merilis kartu grafis AMD Vega lagi pada bulan Agustus 2017. AMD juga telah mengungkapkan GPU Nade Radeon 7nm yang baru di Computex 2018, dan sementara ini tidak akan menjadi model konsumen, mereka memberi kita sekilas dari apa yang bisa kita harapkan dari Navi.

Tidak peduli seperti apa caramu memandangnya, baik kartu grafis Nvidia maupun AMD tidak akan hilang dalam waktu dekat, jadi itulah mengapa kami membuat panduan ini - untuk menyelami dan mencari tahu persis bagaimana perbedaannya. 

Mulai dari fitur eksklusif hingga perbandingan harga dengan kinerja, bahkan hingga ke drivernya, dan kamu juga tidak bisa melupakan semua tawaran eksklusif dari kedua VGA ini. Dilansir dari techradar berikut ini beberapa perbandingan antara VGA Nvidia dengan AMD:

Harga
Siapa pun yang pernah menelusuri Reddit atau pada bagian komentar di situs web teknologi akan tahu bahwa AMD terkenal karena harganya yang terjangkau, dan Nvidia terkenal atas kinerja high-end dan harganya yang tinggi. Tapi benarkah semua itu?

Nah, ada banyak tolok ukur yang cukup meyakinkan memberitahu kita bahwa AMD Radeon RX Vega 56, yang tersedia dengan harga $400 (sekitar Rp 6.000.000) MSRP, adalah versi yang lebih baik daripada Nvidia GeForce GTX 1070 $650 (sekitar Rp 9.600.000 ). Ketika kamu mempertimbangkan efek penambangan cryptocurrency pada harga, Nvidia sebenarnya memiliki keuntungan cukup besar dari perspektif harga.

Namun, meskipun cryptocurrency tidak lagi menjadi masalah, kartu grafis baru yang diumumkan Nvidia harganya akan tetap tinggi.

Nvidia GeForce RTX 2080 Ti dipatok dengan harga $1.199  (sekitar Rp 17.745.000), yang hampir dua kali lipat harga GTX 1080 Ti generasi terakhir. Kenaikan harga ini terus berlanjut, dengan RTX 2080 seharga $799 (sekitar Rp 11.825.200) dan RTX 2070 seharga $599 (8.865.000). Saat membuka kaynote, Nvidia mengklaim bahwa mereka akan mulai dengan harga rendah, tetapi masih harus ditinjau apakah kita akan benar-benar merasakan harga yang di pasar.

Saat ini, jika kamu mencoba untuk menghemat uang, kamu lebih baik membeli kartu Nvidia generasi terakhir atau kartu seri AMD Vega atau Radeon RX 500 - karena harga antara keduanya masih cukup sebanding, seperti kekuatannya. Saat ini kamu dapat menemukan AMD RX Vega 64 seharga $599 (sekitar Rp 8.865.000), dengan harga yang sama dengan GTX 1080.

Pada akhirnya, harga yang lebih baik akan bergantung pada seberapa besar diskon yang diberikan.

Performa 
Ketika kamu mencoba merakit PC yang lebih bagus dari musuh bebuyutanmu, membeli kartu grafis bukan masalah harga melainkan kinerja. Memliki kinerja/performa terbaik dengan biaya rendah adalah faktor yang paling penting dalam mendorong penjualan GPU.

Saat ini, kami menunggu untuk mendapatkan RTX 2080 Ti dan sisa jajaran Nvidia Turing, dengan memori GDDR6 dan high-end Tensor dan RT core yang bisa meningkatkan kinerja melalui penggunaan AI. 

Dan, meskipun AMD dulu dipuji karena menjadi juara dan mendapat banyak penghargaan, Nvidia adalah pemenang yang jelas dalam hal rasio harga-kinerja pada tahun 2018. Dan sebagai bukti lebih lanjut bahwa Nvidia adalah pemenang persaingan saat ini contohnya AMD bahkan tidak menghasilkan pesaing sejati untuk GTX 1080 Ti, dan Nvidia keluar dengan RTX 2080 yang akan mengungguli jauh di depan tim merah.

Agar adil, Vega hanya tersedia untuk beberapa bulan sekarang, dan tidak ada GTX 1080 Ti yang setara dengan peluncuran Pascal. Namun, GTX 1080 menunjukkan keunggulan RX Vega 64 di bidang yang berbeda, seperti multi-rendering dan perhitungan NBody, sedangkan RX Vega 64 lebih baik dalam menyajikan detail tekstur dan bayangan kompleks.

Dengan kata lain, AMD dan Nvidia begitu dekat pada titik ini, yang mana yang lebih baik adalah masalah permainan apa yang kamu mainkan dan pada resolusi apa. Seperti yang kami laporkan pada bulan Oktober, Vega 64 adalah alat tempur yang baik untuk memainkan Forza Motorsport 7 di resolusi 1080p. Pada saat yang sama, GPU andalan Nvidia mengelola keunggulan rasio dalam 4K.

Tren ini terus berlanjut ke daftar kartu grafis yang lebih murah dari AMD dan Nvidia, termasuk RX Vega 56, yang memiliki frame rate lebih tinggi daripada GTX 1070 Founders Edition di game DirectX 12-berat seperti Rise of the Tomb Raider dan Deus Ex: Mankind Divided (91 fps vs 89 fps dan 40 fps vs 31 fps), menurut PCGamesN.

Sedangkan untuk Grand Theft Auto V berjalan 64 fps pada RX Vega 56 vs 79 fps dari GTX 1070. 

Software, Driver, dan Fitur
Salah satu keunggulan utama menggunakan perangkat keras Nvidia daripada AMD adalah keunggulan software GeForce Experience.

Karena software ini memberikan pembaruan driver dan mengoptimalkan game selain memungkinkan kamu untuk menyiarkan gameplay dan merekam layar serta video langsung dari antarmuka yang mudah digunakan, Nvidia GeForce Experience bisa dikatakan sebagai aplikasi game PC satu-satunya yang bisa mengatur semuanya.

Sementara itu, AMD yang baru-baru ini mengumumkan Radeon Software Adrenalin Edition bertujuan untuk menyaingi Nvidia. Sebelumnya dikenal sebagai Crimson ReLive, pembaruan ulang terbaru dari aplikasi grafis AMD yang ditumpuk dengan semua fitur yang telah kamu kembangkan sejak UI secara besar-besaran dirombak kembali pada bulan Juli, tetapi dengan manfaat pembaruan driver pembaruan yang lebih konsisten untuk memperhitungkan setiap rilis game utama.

Mulai Desember 2016, kamu sudah dapat melakukan streaming langsung melalui Radeon Crimson ReLive, tetapi sekarang kamu dapat mengambil langkah-langkah keamanan untuk memastikan efisiensi daya maksimum saat bermain game. Itu termasuk kemampuan untuk underclock frekuensi memori, frame rate cap pada tingkat hardware dan mengaktifkan "Enhanced Sync" untuk mengurangi lag frame sementara itu secara bersamaan memerangi layar robek.

Namun, GeForce Experience memiliki fitur pengoptimalan game yang membuat kita semua tergila-gila. Jadi, ketika kamu tidak tahu setelan apa yang terbaik untuk komputer di The Witcher 3, Nvidia mampu mengatasi hal ini.

Pengguna AMD dapat mengunduh dan memasang Raptr’s Gaming Evolved untuk mengoptimalkan pengalaman bermain. Namun, add-on ini kurang ideal bila dibandingkan dengan pesaing terbesarnya yang dapat menyelesaikan hampir semuanya dari dalam melalui GeForce Experience. Fiturnya antara lain menggunakan Nvidia Ansel untuk mengambil foto dalam game yang keren dengan resolusi melebihi 63K (16 kali dari yang dapat ditampilkan oleh monitor 4K).

Nvidia juga memiliki kemampuan dalam hal streaming game, baik itu untuk PC game lainnya dengan setidaknya GPU berbasis Maxwell, serta tablet buatan sendiri dan set-top box perusahaan. Belum lagi, Nvidia juga memiliki panggilan layanan game berbasis cloud GeForce Now yang tersedia untuk pengguna Windows 10 dan MacOS.

Fitur Eksklusif
Dulu pernah dikabarkan bahwa AMD dan Nvidia memberlakukan taktik yang curang, "membayar" pengembang game untuk menunjukkan perlakuan istimewa terhadap suatu kartu grafis. Itulah mengapa permainan tertentu berjalan lebih baik menggunakan grafis GeForce daripada Radeon dan sebaliknya.

Untungnya, selain teknologi baru seperti pelacakan sinar dan super-sampling pembelajaran mendalam dalam kartu Turing Nvidia yang baru, kami tidak melihat kekhawatiran ini dari para gamer PC.

Dalam acara livestream Capsaicin & Cream di GDC 2017, kami berbicara dengan AMD untuk membahas strateginya dalam bersaing dengan Nvidia. Kabar bahwa perusahaan akan bermitra dengan Bethesda Softworks untuk mengoptimalkan game-nya untuk Radeon, Ryzen atau keduanya. 

Pada saat itu, potensi game yang beroperasi lebih lancar di sistem AMD berarti bahwa Nvidia dapat melawan balik dengan bermitra dengan penerbit yang sama besar. Meskipun manuver terakhir belum terjadi, perbandingan kinerja Wolfenstein II awal, seperti ini dari TechEpiphany di YouTube telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dan suhu yang lebih rendah yang berasal dari AMD Radeon RX 64 ketika diadu dengan Nvidia's GeForce GTX 1080.

Bethesda bukanlah satu-satunya perusahaan yang menunjukkan favoritisme baik untuk tim merah atau hijau. Jika kamu pernah melihat layar splash AMD atau Nvidia di depan halaman judul saat memulai game, bisa dipastikan game tersebut akan berjalan lebih baik dengan hardware perusahaan itu.

Jadi, manakah VGA yang lebih baik, Nvidia atau AMD? 
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan, dan dalam beberapa kasus "kebencian" tentang grafis Nvidia dan AMD. Pada akhirnya, kedua perusahaan ini bergantung pada persaingan satu sama lain untuk berkembang. Cukuplah untuk mengatakan, debat Nvidia vs AMD mengharuskan kamu memahami bahwa ada alasan mengapa Radeon dan GeForce GPU sangat mirip kinerjanya saat ini.

Setiap perusahaan melakukan yang terbaik untuk mengikuti mindshare dari yang lain, dan itu bagus untuk kami. Mereka pada dasarnya bersaing untuk mendapatkan uang kita, belajar dari kesalahan masing-masing dan melakukan peningkatan yang ditandai di sepanjang jalan.

Terserah kamu mana yang pantas memenangkan kontes berapi-api Nvidia vs AMD, meskipun kami akan mengatakan bahwa: Nvidia tak tertandingi di pasar 4K sekarang. 

Jika itu membantu, RTX 2080 Ti mungkin adalah pilihan terbaik jika kamu ingin PC mu mengikuti tampilan Ultra HD - selama kamu mampu membelinya. Namun, jika kamu berhemat, kartu grafis Nvidia dan AMD akan hampir sama, setidaknya hingga kartu Turing low-end muncul ke publik. 

Jenis-Jenis Produk Nvidia dan Teknologi Deep Learning

Konferensi Teknologi GPU
NVIDIA’s GPU Technology Conference (GTC) adalah serangkaian konferensi teknis yang diadakan di seluruh dunia. Konferensi ini diadakan di San Jose, California pada tahun 2009 dengan fokus awal pada potensi penyelesaian tantangan komputasi melalui GPU.

Dalam tahun ini, fokus konferensi telah berganti ke aplikasi yang beragam dari kecerdasan buatan dan pembelajaran mendalam, seperti mobil swa-kemudi, perawatan kesehatan, komputasi berperforma tinggi, dan pelatihan NVIDIA Deep Learning Institute (DLI). GTC 2018 menarik lebih dari 8400 peserta.

Jenis Produk
Produk Nvidia meliputi grafis utama, komunikasi nirkabel, prosesor PC dan hardware/software otomotif. Sebagian produknya antara lain:

  • GeForce, produk pemrosesan grafis yang brorientasi pada konsumen
  • Quadro, produk yang didesain untuk membantu dan menciptakan konten digital grafis
  • NVS, solusi bisnis grafis multi-display
  • Tegra, serangkaian sistem chip untuk smartphone
  • Tesla GPU yang dikhususukan untuk aplikasi gambar high end dan bidang penelitian.
  • nForce, chipset motherboard yang dibuat oleh Nviia untuk Intel ((Celeron, Pentium dan Core 2) dan mikroprosesor AMD (Athlon dan Duron). 
  • Nvidia Grid, satu set hardware dan layanan yang dibuat oleh Nvidia untuk visualisasi grafis.
  • Nvidia Drive automotive solutions, sejenis produk hardware dan software untuk membantu menyetir mobil. Drive PX-series adalh platform komputer tinggi yang ditujukan pada menyetir otomatis melalui pembelajaran mendalam. Sementara Driveworks merupakan sistem operasi untuk mobile tanpa sopir.


Dukungan Software Open Source
Sampai tanggal 23 Desember 2013, Nvidia tidak mempublikasikan dokumen apapun untuk hardwarenya, yang artinya bahwa programer tidak membuat driver gratis dan terbuka untuk produknya tanpa beralih ke rekayasa balik.

Meskipun Nvidia menyediakan driver grafis binernya sendiri untuk X.rg dan open source yang berinteraksi dengan Linux, FreeBSD atau kernel Solaris dan paten software. Nvidia juga menyediakan tapi berhenti mendukung driver open source yang yang hanya mendukung akselerasi hardware dua dimensi dan mengirimnya dengan distribusi X.Org.

Hak paten alami dari driver Nvidia telah menghasilkan kekecewaan dalam komunitas software gratis. Sebagian pengguna Linux dan BSD dipaksa hanya menggunakan diver open source dan menganggap paksaan Nvidia tidak lebih dari driver biner yng tidak memadai.

Mengingat bahwa manufaktur komputasi seperti Intel menawarkan dukungan dan dokumentasi untuk pengembang opensource dan yang lain (seperti AMD) merilis sebagian dokumentasi dan menyediakan beberapa pengembangan aktif.

Karena tutupnya driver alami, karti video Nvidia tidak bisa mengirimkan fitur yang memadai untuk beberapa platform dan arsitektur, karena perusahaan hanya menyediakan build driver  x86/x64 and ARMv7-A. Akibatnya, dukungan grafis 3D dalam Linux pada PowerPC tidak ada, selai itu juga tidak mendukung Linux pada konsol PlayStation 3 hypervisor-restricted.

Sebagian pengguna mengklaim bahwa driver Nvidia Linux memberlakukan pembatasan artifisial, seperti membatasi jumlah monitor yang bisa digunakan bersamaan, namun perusahaan tidak memberikan komentar atas tuduhan tersebut. 

Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
GPU Nvidia menggunakan pembelajaran mendalam, kecerdasan buatan dan analitis terakselerasi. Perusahaan mengembangkan pembelajaran mendalam berbasis GPU untuk tujuan penggunakan kecerdasan buatan untuk pendekatan masalah seperti deteksi kanker, prdiksi cuaca, dan kendaraan swa-kemudi. Teknologi tersebut mencakup kendaraan Tesla.

Tujuannya dalah untuk membantu jaringan untuk “berpikir”. Menurut informasi dari TechRepublic, “GPU Nvidia bekerja dengan baik untuk tugas pembelajaran mendalam karena mereka didesain untuk komputasi paralel dan melakukan dengan baik untuk mengatasi operasi vektor dan matrik yang umum pada pembelajaran mendalam”.GPU tersebut digunakan oleh peneliti, ilmuwan, perusahaan teknologi dan perusahaan komersial.

Pada tahun 2009, Nvidia terlibat dalam seuatu hal yang dinamakan “big bang” dari pembelajaran mendalam. “karena saraf pembelajaran mendalam dikombinasikan dengan GPU Nvidia”. Pada tahun tersebut, Google Brain menggunakan GPU Nvidia untuk membuat jaringan saraf mendalam yang cocok digunakan untuk pembelajaran mesin, dimana Andrew Ng bertekad bahwa GPU bisa meningkatkan sistem pembelajaran mendalam sebesar 100 kali.

Pada April 2016, Nvidia memproduksi superkomputer DGX-1 berbasis kelompuk GPU, untuk meningkatkan kemampuan untuk menggunakan pembelajrana mendalam dengan mengkombinasikan GPU dengan software pemebelajaran mendalam terintegrasi.

Nvidia juga mengembangkan GPU Nvidia Tesla K80 dan P100 berbasis mesin virtual, yang tersedia melalui Google Cloud, yang diinstal Google pada November 2016.

Microsoft menambahkan server GPU dalam peawaran preview seri N nyayang berbasis pada Nvidia's Tesla K80, masing-masing berisi 4992 inti pemrosesan. Kdi akhir tahun tersebut, AWS p2 diproduksi menggunakann sampai dengan 16 GPU Nvidia Tesla K80.

Bulan tersebut Nvidia juga bekerjasama dengan IBM untuk membuat software kit yang memperkuat kemampuan AI Watson, yang dinamakan IBM PowerAI. Nvidia juga menawarkan development kit software pembelajaran mendalamnya sendiri.

Pada tahun 2017, GPU juga dibawa online ke pusan Riken untuk proyek intelijen lanjutan untuk Fujitsu. Teknologi pembelajaran mendalam perusahaan menuntun pada peningkatan tertinggi pada pendapatan tahun 2017.

Pada Mei 2018, peneliti dari departemen kecerdasan Nvidia menyadari kemungkinan bahwa robot bisa belajar untuk melakukan pekerjaan dengan mudah dengan mengamati orang yang melakukan pekerjaan yang sama. mereka telah menciptakan sistem tersebut, setelah revisi pendek dan pengujian, akhirnya bisa digunakan untuk megontrol robot universal untuk generasi berikutnya.

Program Insepsi
Program Insepsi Nvidia diciptakan untuk mendukung startup dalam membuat kemajuan yang luar biasa dalam bidang AI dan ilmu data. Pemenang penghargaan diumumkan pada Nvidia's GTC Conference. Saat ini ada 2800 startup dalam progrm insepsi.
Pemenang tahun 2018

  • Subtle Medical (kesehatan)
  • AiFi (perusahaan)
  • Kinema Systems (kendaraan otomatis)

Pemenang tahun 2017

  • Genetesis (inovasi sosial)
  • Athelas (terhebat)
  • Deep Instinct (paling mengganggu)


Sejarah Perusahaan Nvidia dan Penemunya

Sejarah Perusahaan Nvidia
Di awal tahun 1990-an, tiga pendiri perusahaan menduga bahwa arah yang tepat untuk gelombang komputasi selanjutnya adalah berbasis grafis. Mereka percaya bahwa model komputasi ini bisa menyelasikan masalah yang tidak bisa diselesaikan komputasi umum. 

Mereka juga mengamati bahwa video game adalah masalh komputasi yang paling menantang, tapi akan memiliki volume penjualan yang luar biasa. Dengan model $40.000, perusahaan berhasil didirikan. Perusahaan pada awalnya tidak memiliki nama dan pendiri memberikan nama untuk semua file dengan sebutan NV, yang merupakan kepanjangan dari “next version”. 

Kebutuhan untuk bekerjasama dalam perusahaan mendorong pendiri untuk meninjau semua kata dengan dua kata tersebut, menuntunnya pada kata “nvidia”, yang mana dalam bahasa latin berarti “iri”.

Penemuan dan Investasi Awal Nvidia
Tiga orang penemu dan pendiri Nvidia pada April 1993 antara lain:
  1. Jensen Huang (CEO pada tahun 2018), keturunan Taiwan Amerika, sebelumnya menjadi direktur CoreWare di LSI Logic dan desainer mikroprosesor di  Advanced Micro Devices (AMD)
  2. Chris Malachowsky, Insinyur listrik yang bekerja di Sun Microsystems
  3. Curtis Priem, sebelumnya menjadi staff insinyur senior dan desain chip grafis di Sun Microsystems
Perusahaan ini menerima $20 juta modal bersama dari Sequoia Capital dan lainnya.

Perilisan Besar dan Akuisisi Nvidia
Perilisan RIVA TNT pada tahun 1998 memperkuat reputasi Nvidia untuk mengembangkan adaptor grafis. Pada akhir tahun 1999, Nvidia merilis GeForce 25 (NV10), terutama untuk versi transformation and lighting (T&L) on-board untuk konsumen pemakai hardware 3D. 

Alat ini berjalan pada kecepatan 120 MHz dan memiliki empat jalur pipa pixel, alat ini diterapkan pada akselerasi video canggih, kompensasi gerakan dan hardware alpha. GeForce mengungguli produk sebelumnya yang memiliki batasan luas.

Karena kesuksesan produknya, Nvidia memenngkan kontrak untuk mengembangkan hardware grafis untuk konsol game Microsoft Xbox, yang memberikan penghasilan pada Nvidia sebesar $200 juta. Namun proyek ini mempekerjakan banyak sekali insinyur terbaiknya dari proyek lain. 

Dalam jangka pendek ini tidak masalah, dan GeForce2 GTS dikirim pada musim panas di tahun 2000. Pada bulan Desember tahun 2000, Nvidia mencapai persetujuan untuk mengakuisisi aset intelektual dari satu-satunya sangan 3dfx nya, yang merupakan perintis teknologi grafis 3D yang memimpin pasar di tahun 1990 sampai 2000-an. Proses akuisisi diakhiri pada April 2002.

Pada Juli 2002, Nvidia mengakuisisi Exluna dalam jumlah yang dirahasiakan. Exluna membuat alat software rendering dan para personil dimerger ke dalam proyek Cg. Pada Agustus 2003, Nvidia mengakuisisi MediaQ dalam jumlah sekitar US$70 juta. 

Pada 22 April 2004, Nvidia mengakuisisi iReady, yang juga merupakan provider TCP/IP berperforma tinggi dan solusi offload iSCSI. Pad Desember 2004, telah diumumkan bahwa Nvidia akan membantu Sony dengan desain proseseor grafis (RSX) dalam konsol Play Station 3. 

Pada Mei 2005, Microsoft memilih untuk melisensikan desain ATI dan membuat perubahan manufakturnya sendiri untuk hardware grafis Xbox 360, seperti halnya Nintendo untuk konsol Wii (yang menggantikan Nintendo Gamecube yang berbasis ATI).

Pada Juli 2002, Nvidia mengakuisisi Exluna dalam jumlah yang dirahasiakan. Exluna membuat alat software rendering dan para personil dimerger ke dalam proyek Cg. Pada Agustus 2003, Nvidia mengakuisisi MediaQ dalam jumlah sekitar US$70 juta. Pada 22 April 2004, Nvidia mengakuisisi iReady, yang juga merupakan provider TCP/IP berperforma tinggi dan solusi offload iSCSI.

Pad Desember 2004, telah diumumkan bahwa Nvidia akan membantu Sony dengan desain proseseor grafis (RSX) dalam konsol Play Station 3. Pada Mei 2005, Microsoft memilih untuk melisensikan desain ATI dan membuat perubahan manufakturnya sendiri untuk hardware grafis Xbox 360, seperti halnya Nintendo untuk konsol Wii (yang menggantikan Nintendi Gamecube yang berbasis ATI).

Pada 14 Desember 2005, Nvidia mengakuisisi ULI Electronic, yang saat itu memasok bagian southbridge chipset pihak ketiga untuk ATI, pesaing Nvidia. Pada Maret 2006, Nvidia mengakuisisi Hybrid Grphics. Pada tahun Desember 2006, Nvidia bersama dengan saingan utamanya dalam industri grafis yaitu AMD, menerima panggilan dari pengadilan karena pelanggaran antimonopoli dalam industri grafis.

Forbes memasukkan Nvidia dalam daftar perusahaan terbaik di tahun 2007, melihat pencapaian yang dilakukan selama periode tersebut serta selama lima tahun sebelumnya. pada 5 Januari, 2007, Nvidia mengumumkan bahwa telah menyelesaikan akuisisi dari perusahaan PortalPlayer.

Pada Februari 2008, Nvidia mengakuisisi Agela, pengembang engine Physics engine dan unit pemrosesan fisik. Nvidia mengumumkan bahwa mereka berencana untuk menintegrasikan teknologi Physx ke dalam produk GPU masa depannya.

Pada Juli 2008, Nvidia mencatat kerugian sekitar $200 juta pada pendapatan pendapatan kuartal, setelah melaporkan bahwa chipset tertentu dan GPU diproduksi oleh perusahaan yang memiliki ‘tingkat kegagalan abnormal” dikarenakan kerusakan manufaktur. Namun, perusahaan tidak mengungkapkan produk tak terkena dampaknya.

Pada September 2008, Nviva menjadi subjek gugatan atas kerusakan, mengkalim bahwa keselahan GPU telah dimasukkan dalam model laptop tertentu yang diproduksioleh Apple, Dell dan HP. Pada September 2010, Nvidia melakukan penyelesaian, yang akan memperbaiki laptop yang terkena efeknya untuk diperbaiki, atau dalam beberapa kasus menggantinya.

Pada 10 Januari 2011, Nvidia menandatangani perjanjian 6 tahun dengan intel senilai $1,5 miliar, yang mengakhiri semua proses pengadilan antar dua perusahaan.

Pada 11 November 2011, setelah awalnya meluncurkannya di Mobile World Congress, Nvidia merilis chip sistem Tegra 3 ARM untuk perangkat smartphone. Nvidia mengklaim bahwa chip tersebut menghadirkan CPU smartphone quad core pertama.

Pada Mei 2011, diumumkan bahwa Nvidia telah menyetujui untuk mengajuisisi Icera, perusahaan pembuat chip baseband yang bertempat di UK, sebesar $367 juta. Pada Januari 2013, Nvidia meluncurkan Tegra 4, bersamaan dengan Nvidia Shield, dan konsol game android berbasis tangan yang dilengkapi dengan sistem chip baru. pada 29 Juli 2013, Nvidia mengumumkan bahwa mereka mengakuisisi PGI dari STMicroelectronics.

Pada 6 Mei, 2016, Nvidia meluncurkan GPU GeForce 10 pertama, yaitu GTX 1080 dan 1070, berbasis makroarsitektur pascal baru perusahaan. Nvidia mengklaim bahwa kedua model mengungguli model Titan X berbasis Maxwell, model yang yang terhubung dengan memori  GDDR5X and GDDR5, dan menggunakan proses manufaktur 16 nm.

Arsitektur ini juga mendukung fitur hardware terbaru yang diketahui bernama simultaneous multi-projection (SMP), yang didesain untuk meningkatkan rendering kualitas monitor dan virtual reality. Lptop yang termasuk dalam GPU tersebut dan memiliki bentuk yang cukup tipis, di akhir tahun 2017, ukurannya di bawah 0,8 inci (20 mm), dan telah didesain sebagai desain standar Nvidia's "Max-Q".

Pada tahun 2016, Nvidia memanfaatkan NVIDIA-Powered Infotainment di Luxgen. Pada Juli 2016, Nvidia menyetujui penyelesaian untuk gugatan iklan yang salah pada model GTX 970, dikarenakan model tersebut tidak bisa digunakan pada RAM 4 GB yang diiklankan karena keterbatasan yang dimiliki hardware. Pada Mei 2017, Nvidia mengumumkan kerjasama dengan Toyota Motor Corp.

Toyota akan menggunakan platform kecerdasan buatan Nvidia Drive PX-Series untuk kendaraan otomatis.

Pada Juli 2017, Nvidia dan perusahaan mesin pencari raksasa Cina yaitu Baidu, mengumumkan kerjasama AI yang terdiri dari komputasi, mengendarai otomatis, perangkat konsumen, dan karengka open source Baidu PaddlePaddle. Baidu mengungkapkan bahwa Nvidia 's Drive PX 2 AI akan menjadi dasar-dasar platform kendaraan otomatis.

Nvidia secara resmi merilis NVIDIA TITAN V pada 7 December, 2017. Nvidia juga secara resmi merilis Nvidia Quadro GV100 pada 27 Maret, 2018. Pada tahun 2018, Google mengumumkan bahwa kartu grafis Nvidia's Tesla P4 akan dihubungkan dengan layanan kecerdasan buatan Google Cloud.

Mengenal Nvidia, Salah Satu Perusahaan Pembuat Perangkat Grafis Terbaik

Nvidia
Perusahaan Nvidia atau sering disebut sebagai Nvidia adalah perusahaan teknologi Amerika yang bekerjasama dengan Delaware dan bertempat di Santa Clara California.

Perusahaan ini membuat Graphics Processing Unit (GPU) untuk game dan pasar khusus, Nvidia juga membuat unit sistem chip untuk alat pengukur data smartphone dan otomotif.

Produk utamanya diberi nama “GeForce”, yang bersaing dengan produk “Radeon” buatan Advanced Micro Device (AMD). Nvidia memperluas perusahaannya dengan membuat perangkat kontrol game Shield, Tablet dan TV Android Shield.

Sejak tahun 2014, Nvidia berubah menjadi perusahaan platform yang berfokus pada empat pasar, yaitu gaming, perangkat visual, pusat pengelola data dan otomotif. Nvidia sekarang juga berfokus pada teknologi kecerdasan buatan.

Selain memproduksi GPU, Nvidia menyediakan perangkat komputasi paralel yang digunakan untuk peneliti dan ilmuwan untuk menjalankan aplikasi performa tinggi dengan sangat efektif. Alat ini ditempatkan di sekitar area superkomputer di seluruh dunia.

Kabar terbarunya, Nvidia memindahkan alat tersebut ke pasar smartphone, yaitu dalam bentuk prosesor Tegra khusus untuk smartphone, tablet, navigasi kendaraan dan perangkat hiburan. Selain AMD, Nvidia juga memiliki saingan lain seperti Intel, Qualcomm dan Arm.

Kasus-Kasus Hukum Yang Pernah Menimpa Android

Masalah Hukum Android
Keberhasilan Android telah membuatnya menjadi target untuk litigasi paten dan hak cipta antara perusahaan teknologi, baik Android dan produsen ponsel Android yang telah terlibat dalam banyak tuntutan hukum paten.

Pada tanggal 12 Agustus 2010, Oracle menggugat Google atas klaim pelanggaran hak cipta dan paten yang terkait dengan bahasa pemrograman Java.

Oracle awalnya mencari kerusakan hingga $ 6.1 milyar, tetapi penilaian ini ditolak oleh hakim federal Amerika Serikat yang meminta Oracle untuk merevisi perkiraan. Sebagai tanggapan, Google menyerahkan banyak lini pertahanan, melawan klaim bahwa Android tidak melanggar hak paten atau hak cipta Oracle, bahwa paten Oracle tidak valid, dan beberapa pertahanan lainnya.

Mereka mengatakan bahwa lingkungan runtime Java Android didasarkan pada Apache Harmony, implementasi ruang bersih dari pustaka kelas Java, dan mesin virtual yang dikembangkan secara independen yang disebut Dalvik. Pada Mei 2012, juri dalam kasus ini menemukan bahwa Google tidak melanggar hak paten Oracle, dan hakim pengadilan memutuskan bahwa struktur API Java yang digunakan oleh Google tidak memiliki hak cipta.

Para pihak setuju untuk nol dolar dalam kerusakan hukum untuk sejumlah kecil kode yang disalin. Pada tanggal 9 Mei 2014, Sirkuit Federal secara parsial membalikkan putusan pengadilan distrik, yang berkuasa atas kebaikan Oracle pada masalah hak cipta, dan menyerahkan masalah penggunaan wajar ke pengadilan distrik.

Pada bulan Desember 2015, Google mengumumkan bahwa rilis besar Android berikutnya (Android Nougat) akan beralih ke OpenJDK, yang merupakan implementasi open source resmi dari platform Java, alih-alih menggunakan proyek Apache Harmony yang sekarang dihentikan sebagai runtime-nya.

Kode yang mencerminkan perubahan ini juga diposting ke repositori sumber AOSP. Dalam pengumumannya, Google mengklaim ini adalah bagian dari upaya untuk membuat "basis kode umum" antara Java di Android dan platform lainnya.

Google kemudian mengakui dalam pengajuan pengadilan bahwa ini adalah bagian dari upaya untuk mengatasi perselisihan dengan Oracle, karena penggunaan kode OpenJDK diatur di bawah GNU General Public License (GPL) dengan pengecualian tautan, dan bahwa "klaim kerusakan terkait dengan versi baru yang secara jelas dilisensikan oleh Oracle di bawah OpenJDK akan memerlukan analisis terpisah dari kerusakan dari rilis sebelumnya ".

Pada Juni 2016, pengadilan federal Amerika Serikat memutuskan mendukung Google, menyatakan bahwa penggunaannya atas API adalah penggunaan wajar.

Selain tuntutan hukum terhadap Google secara langsung, berbagai perang proksi telah dilancarkan terhadap Android secara tidak langsung dengan menargetkan produsen perangkat Android, dengan efek mengecewakan produsen dari mengadopsi platform dengan meningkatkan biaya membawa perangkat Android ke pasar.

Baik Apple dan Microsoft telah menggugat beberapa produsen untuk pelanggaran paten, dengan tindakan hukum Apple yang sedang berlangsung terhadap Samsung menjadi kasus yang sangat terkenal.

Pada Januari 2012, Microsoft mengatakan mereka telah menandatangani perjanjian lisensi paten dengan sebelas produsen perangkat Android, yang produknya mencakup "70 persen dari semua ponsel pintar Android" yang dijual di AS dan 55% dari pendapatan di seluruh dunia untuk perangkat Android. Ini termasuk Samsung dan HTC.

Penyelesaian paten Samsung dengan Microsoft termasuk perjanjian untuk mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk mengembangkan dan memasarkan ponsel yang menjalankan sistem operasi Microsoft Windows Phone.

Microsoft juga mengikat perangkat lunak Android miliknya sendiri untuk mematenkan lisensi, yang membutuhkan bundling aplikasi Microsoft Office Mobile dan Skype pada perangkat Android untuk mensubsidi biaya lisensi, sementara pada saat yang sama membantu untuk mempromosikan jalur perangkat lunaknya.

Google secara terbuka menyatakan kekecewaannya terhadap lanskap paten saat ini di Amerika Serikat, dengan menuduh Apple, Oracle, dan Microsoft mencoba menjatuhkan Android melalui litigasi paten, daripada berinovasi dan bersaing dengan produk dan layanan yang lebih baik.

Pada bulan Agustus 2011, Google membeli Motorola Mobility seharga US $ 12,5 miliar, yang sebagian dilihat sebagai tindakan defensif untuk melindungi Android, karena Motorola Mobility memiliki lebih dari 17.000 paten. Pada bulan Desember 2011, Google membeli lebih dari seribu paten dari IBM.

Pada tahun 2013, FairSearch, organisasi lobi yang didukung oleh Microsoft, Oracle, dan lainnya, mengajukan keluhan terkait Android dengan Komisi Eropa, menuduh bahwa model distribusi gratisnya merupakan harga predator anti persaingan. The Free Software Foundation Europe, yang donornya termasuk Google, membantah tuduhan Fairsearch.

Pada tanggal 20 April 2016, Uni Eropa mengajukan komplain anti monopoli resmi terhadap Google berdasarkan pada tuduhan FairSearch, dengan alasan bahwa pengaruhnya terhadap vendor Android, termasuk bundling wajib dari seluruh rangkaian perangkat lunak Google yang dipatenkan.

Yang menghalangi kemampuan untuk bersaing dengan penyedia pencarian untuk diintegrasikan ke Android, dan pembatasan vendor dari memproduksi perangkat yang menjalankan garpu Android, merupakan praktik anti-persaingan. Pada bulan Agustus 2016, Google didenda US $ 6,75 juta oleh Layanan Antimonopoli Federal Rusia (FAS) di bawah tuduhan serupa oleh Yandex.

 Komisi Eropa mengeluarkan keputusannya pada 18 Juli 2018, menentukan bahwa Google telah melakukan tiga operasi antitrust yang terkait dengan Android: menggabungkan pencarian Google dan Chrome sebagai bagian dari Android, menghalangi produsen ponsel menggunakan versi Android bercabang, dan menjalin kesepakatan dengan produsen ponsel dan jaringan menyediakan untuk memaketkan aplikasi pencarian Google secara eksklusif di handset (praktek Google berakhir pada 2014).

Uni Eropa mendenda Google senilai € 4,3 miliar (sekitar US $ 5 miliar) dan mengharuskan perusahaan untuk mengakhiri perilaku ini dalam 90 hari. Google berencana untuk mengajukan banding atas putusan itu. [390]

Penggunaan Android Lainnya
Google telah mengembangkan beberapa variasi Android untuk kasus penggunaan tertentu, termasuk Android Wear, yang kemudian diganti namanya menjadi OS Wear, untuk perangkat yang dapat dikenakan seperti jam tangan, Android TV untuk televisi, dan Android Things untuk perangkat pintar dan Internet.

Selain itu, dengan menyediakan infrastruktur yang menggabungkan perangkat keras khusus dan aplikasi khusus yang berjalan pada Android biasa, Google telah membuka platform untuk penggunaannya dalam skenario penggunaan tertentu, seperti Android Auto untuk mobil, dan Daydream, Realitas Virtual peron.

Sifat Android yang terbuka dan dapat disesuaikan memungkinkan pembuat perangkat untuk menggunakannya pada elektronik lain juga, termasuk laptop, netbook,  dan komputer desktop, kamera, headphone, sistem otomasi rumah, konsol game, pemutar media, satelit, router, printer, terminal pembayaran, mesin kasir otomatis, dan robot.

Selain itu, Android telah diinstal dan dijalankan pada berbagai objek yang kurang teknis, termasuk kalkulator, komputer papan tunggal, ponsel berfitur, kamus elektronik, jam alarm, lemari es, telepon darat, mesin kopi, sepeda, dan cermin.

Ouya, konsol video game yang menjalankan Android, menjadi salah satu kampanye Kickstarter yang paling sukses, crowdfunding US $ 8,5 juta untuk pengembangannya, dan kemudian diikuti oleh konsol berbasis Android lainnya, seperti Nvidia Shield Portable - sebuah Perangkat Android dalam faktor bentuk pengontrol permainan video.

Pada tahun 2011, Google mendemonstrasikan "Android @ Home", teknologi otomatisasi rumah yang menggunakan Android untuk mengontrol berbagai perangkat rumah tangga termasuk sakelar lampu, soket listrik, dan termostat.

Bola lampu prototipe diumumkan yang dapat dikendalikan dari ponsel atau tablet Android, tetapi kepala Android Andy Rubin berhati-hati untuk mencatat bahwa "menyalakan dan mematikan lampu tidak ada yang baru", menunjuk ke banyak layanan otomatisasi rumah yang gagal.

Google, katanya, berpikir lebih ambisius dan niatnya adalah menggunakan posisi mereka sebagai penyedia layanan cloud untuk membawa produk Google ke rumah pelanggan.

Parrot meluncurkan sistem stereo mobil berbasis Android yang dikenal sebagai Asteroid pada tahun 2011, diikuti oleh seorang penerus, Asteroid Smart berbasis layar sentuh, pada tahun 2012. Pada 2013, Clarion merilis stereo mobil berbasis Android-nya sendiri, AX1.

Pada bulan Januari 2014, di Consumer Electronics Show (CES), Google mengumumkan pembentukan Open Automotive Alliance, sebuah grup termasuk beberapa pembuat mobil besar (Audi, General Motors, Hyundai, dan Honda) dan Nvidia, yang bertujuan untuk memproduksi Android- berdasarkan sistem hiburan dalam mobil untuk mobil, "[membawa] yang terbaik dari Android ke dalam mobil dengan cara yang aman dan mulus.

Android sudah terpasang di beberapa laptop (fungsi serupa menjalankan aplikasi Android juga tersedia di Google Chrome OS) dan juga dapat diinstal pada komputer pribadi oleh pengguna akhir.

Pada platform tersebut, Android menyediakan fungsionalitas tambahan untuk keyboard fisik dan mouse, bersama dengan kombinasi tombol "Alt-Tab" untuk beralih aplikasi dengan cepat menggunakan keyboard.

Pada bulan Desember 2014, satu reviewer berkomentar bahwa sistem notifikasi Android "jauh lebih lengkap dan kuat daripada di sebagian besar lingkungan" dan bahwa Android "benar-benar dapat digunakan" sebagai sistem operasi desktop utama seseorang.

Pada bulan Oktober 2015, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Android akan berfungsi sebagai sistem operasi laptop utama Google di masa mendatang, dengan rencana untuk melipat Chrome OS ke dalamnya pada 2017.

Google Sundar Pichai, yang memimpin pengembangan Android, menjelaskan bahwa "mobile sebagai paradigma komputasi pada akhirnya akan menyatu dengan apa yang kita anggap sebagai desktop saat ini." [435] Juga, pada tahun 2009, Google co-founder Sergey Brin sendiri mengatakan bahwa Chrome OS dan Android akan "mungkin menyatu seiring waktu."

Lockheimer, yang menggantikan Pichai sebagai kepala Android dan Chrome OS, menanggapi klaim ini dengan posting blog resmi Google yang menyatakan bahwa "Sementara kami telah mengerjakan cara untuk menyatukan yang terbaik dari kedua sistem operasi, tidak ada rencana untuk menghentikan Chrome OS [yang telah] menjamin pembaruan otomatis selama lima tahun ".

Itu tidak seperti Android di mana dukungan lebih pendek dengan "tanggal EOL [menjadi ..] setidaknya 3 tahun [di masa depan] untuk tablet Android untuk pendidikan".

Di Google I / O pada bulan Mei 2016, Google mengumumkan Daydream, platform realitas virtual yang mengandalkan smartphone dan menyediakan kemampuan VR melalui headset dan kontroler realitas virtual yang dirancang oleh Google sendiri.

Platform ini dibangun di Android dimulai dengan Android Nougat, membedakan dari dukungan mandiri untuk kemampuan VR. Perangkat lunak ini tersedia untuk pengembang, dan dirilis pada tahun 2016.

Maskot Android
Maskot Android adalah robot android hijau, yang terkait dengan nama perangkat lunak. Meskipun tidak memiliki nama resmi, tim Android di Google dilaporkan menyebutnya "Bugdroid". Karena popularitas Android yang tinggi pada tahun 2010, ini telah menjadi salah satu ikon yang paling dikenal di dunia teknologi.

Ini dirancang oleh desainer grafis Google pada tanggal 5 November 2007 ketika Android diumumkan. Bertentangan dengan laporan bahwa ia ditugaskan dengan proyek untuk membuat ikon, Blok menegaskan dalam sebuah wawancara bahwa ia mengembangkannya secara mandiri dan membuatnya menjadi sumber terbuka.

Desain robot awalnya tidak disajikan ke Google, tetapi dengan cepat menjadi hal yang biasa di tim pengembangan Android, dengan berbagai variasi yang berbeda yang dibuat oleh pengembang di sana yang menyukai gambar itu, karena gratis di bawah lisensi Creative Commons.

Popularitasnya di antara tim pengembangan akhirnya menyebabkan Google mengadopsinya sebagai ikon resmi sebagai bagian dari logo Android ketika diluncurkan ke konsumen pada tahun 2008.

Perizinan Android dan Jumlah Pengguna Platform Android

Perizinan Android
Kode sumber untuk Android bersifat open-source: dikembangkan secara pribadi oleh Google, dengan kode sumber dirilis secara publik ketika versi Android baru dirilis. Google menerbitkan sebagian besar kode (termasuk tumpukan jaringan dan telepon) di bawah Lisensi Apache versi non-copyleft 2.0. yang memungkinkan modifikasi dan redistribusi.

Lisensi tidak memberikan hak atas merek dagang "Android", sehingga produsen perangkat dan operator nirkabel harus memberikan lisensi dari Google berdasarkan kontrak individual. Perubahan kernel Linux yang terkait dirilis di bawah lisensi copyleft GNU General Public License versi 2, yang dikembangkan oleh Open Handset Alliance, dengan kode sumber tersedia untuk umum setiap saat.

Biasanya, Google berkolaborasi dengan produsen perangkat keras untuk memproduksi perangkat andalan (bagian dari seri Nexus) yang menampilkan versi baru Android, kemudian membuat kode sumber tersedia setelah perangkat tersebut dirilis.

Satu-satunya rilis Android yang tidak segera tersedia sebagai kode sumber adalah rilis Honeycomb 3.0 tablet saja. Alasannya, menurut Andy Rubin dalam posting blog Android resmi, adalah karena Honeycomb dilarikan untuk memproduksi Motorola Xoom, dan mereka tidak ingin pihak ketiga menciptakan "pengalaman pengguna yang sangat buruk" dengan mencoba untuk menggunakan smartphone versi Android yang ditujukan untuk tablet.

Hanya sistem operasi Android dasar (termasuk beberapa aplikasi) adalah perangkat lunak sumber terbuka, sedangkan sebagian besar perangkat Android mengirimkan sejumlah besar perangkat lunak berpemilik, seperti Layanan Google Seluler, yang mencakup aplikasi seperti Google Play Store, Google Penelusuran, dan Google Play Services - lapisan perangkat lunak yang menyediakan API untuk integrasi dengan layanan yang disediakan Google, antara lain.

Aplikasi ini harus dilisensikan dari Google oleh pembuat perangkat, dan hanya dapat dikirimkan pada perangkat yang memenuhi panduan kompatibilitasnya dan persyaratan lainnya.

Distribusi khusus dan tersertifikasi dari Android yang diproduksi oleh produsen (seperti TouchWiz dan HTC Sense) juga dapat menggantikan aplikasi Android saham tertentu dengan varian kepemilikannya sendiri dan menambahkan perangkat lunak tambahan yang tidak termasuk dalam sistem operasi Android saham.

Mungkin juga ada driver "binary blob" yang diperlukan untuk komponen perangkat keras tertentu di perangkat.

Richard Stallman dan Free Software Foundation telah kritis terhadap Android dan telah merekomendasikan penggunaan alternatif seperti Replicant, karena driver dan firmware yang penting untuk berfungsinya perangkat Android biasanya adalah hak milik, dan karena aplikasi Google Play Store dapat diinstal secara paksa atau uninstall aplikasi dan, sebagai hasilnya, undang perangkat lunak tidak bebas; meskipun Free Software Foundation belum menemukan Google untuk menggunakannya karena alasan jahat.

Leverage lebih dari Manufaktur
Google melisensikan perangkat lunak Google Mobile Services mereka, bersama dengan merek dagang Android, hanya kepada produsen perangkat keras untuk perangkat yang memenuhi standar kompatibilitas Google yang ditentukan dalam dokumen Program Kompatibilitas Android.

Dengan demikian, forks Android yang membuat perubahan besar pada sistem operasi itu sendiri tidak termasuk komponen Google yang tidak bebas, tetap tidak kompatibel dengan aplikasi yang membutuhkannya, dan harus dikirimkan dengan pasar perangkat lunak alternatif sebagai pengganti Google Play Store.

Contoh dari Android forks adalah Amazon Fire OS (yang digunakan pada baris Kindle Fire tablet, dan berorientasi pada layanan Amazon), Nokia X Software Platform (garpu yang digunakan oleh keluarga Nokia X, yang berorientasi terutama pada layanan Nokia dan Microsoft).

Dan garpu lain yang mengecualikan aplikasi Google karena tidak tersedianya layanan Google secara umum di wilayah tertentu (seperti China).

Pada tahun 2014, Google juga mulai mewajibkan semua perangkat Android yang melisensikan perangkat lunak Google Mobile Services menampilkan logo "Diberdayakan oleh Android" pada layar boot mereka.

Google juga telah memberlakukan bundling dan penempatan khusus Layanan Google Seluler pada perangkat, termasuk bundling wajib dari seluruh rangkaian utama aplikasi Google, dan pintasan ke Google Penelusuran serta aplikasi Play Store harus ada di atau di dekat halaman layar utama di konfigurasi standarnya.

Beberapa aplikasi dan komponen stok dalam kode AOSP yang sebelumnya digunakan oleh versi Android sebelumnya, seperti Penelusuran, Musik, Kalender, dan API lokasi, ditinggalkan oleh Google untuk menggantikan penggantian tidak bebas yang didistribusikan melalui Play Store (Google Penelusuran, Google Play Music, dan Google Calendar) dan Layanan Google Play, yang tidak lagi bersumber terbuka.

Selain itu, varian open-source dari beberapa aplikasi juga mengecualikan fungsi yang ada dalam versi non-bebas mereka, seperti panorama Photosphere di Kamera, dan halaman Google Now di layar awal default (eksklusif untuk versi kepemilikan "Peluncur Google Now" , kode siapa yang disematkan dalam aplikasi Google utama).

Langkah-langkah ini kemungkinan dimaksudkan untuk mencegah garpu dan mendorong lisensi komersial sesuai dengan persyaratan Google, karena mayoritas fungsi inti sistem operasi (dan pada gilirannya, perangkat lunak pihak ketiga).

Bergantung pada komponen kepemilikan yang dilisensikan secara eksklusif oleh Google, dan akan mengambil sumber daya pembangunan yang signifikan untuk mengembangkan perangkat lunak alternatif dan API untuk mereplikasi atau menggantikannya.

Aplikasi yang tidak menggunakan komponen Google juga akan mengalami kerugian fungsional, karena mereka hanya dapat menggunakan API yang terdapat dalam OS itu sendiri.

Pada Maret 2018, dilaporkan bahwa Google telah mulai memblokir perangkat Android "tidak bersertifikat" dari memanfaatkan perangkat lunak Google Mobile Services, dan menampilkan peringatan yang menunjukkan bahwa "produsen perangkat telah memuat aplikasi dan layanan Google tanpa sertifikasi dari Google".

Pengguna ROM khusus dapat mendaftarkan ID perangkat mereka ke akun Google mereka untuk menghapus blok ini.

Anggota Open Handset Alliance, yang mencakup mayoritas OEM Android, juga dilarang secara kontraktual dari memproduksi perangkat Android berdasarkan garpu OS.

Pada tahun 2012, Acer Inc. dipaksa oleh Google untuk menghentikan produksi pada perangkat yang didukung oleh Aliyun OS Alibaba Group dengan ancaman penghapusan dari OHA, karena Google menganggap platform tersebut sebagai versi Android yang tidak kompatibel.

Alibaba Group membela tuduhan tersebut, dengan alasan bahwa OS adalah platform yang berbeda dari Android (terutama menggunakan aplikasi HTML5), tetapi menggabungkan bagian platform Android untuk memungkinkan kompatibilitas mundur dengan perangkat lunak Android pihak ketiga. Memang, perangkat melakukan pengiriman dengan toko aplikasi yang menawarkan aplikasi Android; Namun, mayoritas dari mereka adalah bajakan.

Penerimaan Android
Android menerima reaksi suam-suam kuku ketika diresmikan pada 2007. Meskipun para analis terkesan dengan perusahaan teknologi yang dihormati yang telah bermitra dengan Google untuk membentuk Open Handset Alliance, tidak jelas apakah produsen ponsel akan bersedia mengganti sistem operasi mereka dengan Android.

Ide dari platform pengembangan berbasis Linux yang open source memicu minat, tetapi ada kekhawatiran tambahan tentang Android yang menghadapi persaingan kuat dari pemain mapan di pasar smartphone, seperti Nokia dan Microsoft, dan sistem operasi seluler Linux yang bersaing sedang dalam pengembangan.

Para pemain mapan ini skeptis: Nokia dikutip mengatakan "kami tidak melihat ini sebagai ancaman," dan anggota tim Microsoft Windows Mobile menyatakan "Saya tidak mengerti dampak yang akan mereka miliki."

Sejak itu Android telah berkembang menjadi sistem operasi smartphone yang paling banyak digunakan dan "salah satu pengalaman seluler tercepat yang tersedia".

Reviewer telah menyoroti sifat open-source dari sistem operasi sebagai salah satu kekuatan yang menentukan, memungkinkan perusahaan seperti Nokia (keluarga Nokia X), Amazon (Kindle Fire), Barnes & Noble (Nook), Ouya, Baidu dan yang lain menggunakan perangkat lunak dan melepaskan perangkat keras yang menjalankan versi Android mereka sendiri yang disesuaikan.

Akibatnya, hal ini telah dijelaskan oleh situs teknologi Ars Technica sebagai "sistem operasi standar untuk meluncurkan perangkat keras baru" untuk perusahaan tanpa platform seluler mereka sendiri.

Keterbukaan dan fleksibilitas ini juga hadir di tingkat pengguna akhir: Android memungkinkan penyesuaian perangkat yang ekstensif oleh pemilik dan aplikasinya tersedia secara gratis dari toko aplikasi non-Google dan situs web pihak ketiga. Ini telah dikutip sebagai salah satu keuntungan utama ponsel Android dibanding yang lain.

Meskipun popularitas Android, termasuk tingkat aktivasi tiga kali lipat dari iOS, ada laporan bahwa Google belum mampu memanfaatkan produk dan layanan web mereka yang lain dengan sukses untuk mengubah Android menjadi pembuat uang yang diharapkan para analis.

The Verge menyarankan agar Google kehilangan kendali atas Android karena banyaknya penyesuaian dan proliferasi aplikasi dan layanan non-Google - Amazon Kindle Fire line menggunakan Fire OS, fork Android yang dimodifikasi beratnya yang tidak termasuk atau mendukung salah satu komponen milik Google, dan mengharuskan pengguna mendapatkan perangkat lunak dari Amazon Appstore yang bersaing daripada Play Store.

Pada tahun 2014, dalam upaya untuk meningkatkan keunggulan merek Android, Google mulai mengharuskan perangkat yang menampilkan komponen kepemilikannya menampilkan logo Android di layar boot.

Android telah menderita dari "fragmentasi", situasi di mana berbagai perangkat Android, baik dari segi variasi perangkat keras dan perbedaan dalam perangkat lunak yang berjalan pada mereka, membuat tugas mengembangkan aplikasi yang bekerja secara konsisten di seluruh ekosistem lebih keras daripada saingan platform seperti iOS di mana perangkat keras dan perangkat lunak kurang bervariasi.

Misalnya, menurut data dari OpenSignal pada Juli 2013, ada 11.868 model perangkat Android, banyak ukuran layar yang berbeda dan delapan versi OS Android yang digunakan bersamaan, sementara sebagian besar pengguna iOS telah ditingkatkan ke iterasi terbaru dari OS itu.

Kritik seperti Apple Insider telah menegaskan bahwa fragmentasi melalui perangkat keras dan perangkat lunak mendorong pertumbuhan Android melalui sejumlah besar perangkat low end, perangkat dengan anggaran yang menjalankan versi Android yang lebih lama.

Mereka mempertahankan ini memaksa pengembang Android untuk menulis untuk "denominator terendah terendah" untuk menjangkau sebanyak mungkin pengguna, yang memiliki terlalu sedikit insentif untuk menggunakan fitur perangkat keras atau perangkat lunak terbaru yang hanya tersedia pada persentase perangkat yang lebih kecil.

Namun, OpenSignal, yang mengembangkan aplikasi Android dan iOS, menyimpulkan bahwa meskipun fragmentasi dapat membuat pengembangan lebih rumit, jangkauan global Android yang lebih luas juga meningkatkan potensi imbalan.

Pangsa Pasar Android
Perusahaan riset Canalys memperkirakan pada kuartal kedua 2009, bahwa Android memiliki pangsa 2,8% dari pengiriman smartphone di seluruh dunia. Pada Mei 2010, Android memiliki pangsa pasar smartphone 10% di seluruh dunia, menyalip Windows Mobile, sementara di Android AS memegang 28% saham, menyalip iPhone OS.

Pada kuartal keempat tahun 2010, pangsa pasarnya di seluruh dunia telah tumbuh hingga 33% dari pasar yang menjadi platform ponsel pintar terlaris, [285] melampaui Symbian. Di AS itu menjadi platform terlaris pada April 2011, menyusul OS BlackBerry dengan pangsa smartphone 31,2%, menurut comScore.

Pada kuartal ketiga 2011, Gartner memperkirakan bahwa lebih dari setengah (52,5%) dari penjualan ponsel pintar adalah milik Android. Pada kuartal ketiga 2012, Android memiliki 75% pangsa pasar smartphone global menurut perusahaan riset IDC.

Pada bulan Juli 2011, Google mengatakan bahwa 550.000 perangkat Android sedang diaktifkan setiap hari, naik dari 400.000 per hari pada bulan Mei, dan lebih dari 100 juta perangkat telah diaktifkan dengan pertumbuhan 4,4% per minggu.

Pada September 2012, 500 juta perangkat telah diaktifkan dengan 1,3 juta aktivasi per hari. Pada Mei 2013, di Google I / O, Sundar Pichai mengumumkan bahwa 900 juta perangkat Android telah diaktifkan.

Pangsa pasar Android bervariasi berdasarkan lokasi. Pada Juli 2012, "pelanggan seluler berusia 13+" di Amerika Serikat menggunakan Android naik hingga 52%, dan naik menjadi 90% di China.

Selama kuartal ketiga 2012, pangsa pasar pengiriman smartphone Android di seluruh dunia adalah 75%, dengan 750 juta perangkat diaktifkan secara total. Pada April 2013 Android memiliki 1,5 juta aktivasi per hari. Pada Mei 2013, 48 miliar aplikasi ("apps") telah diinstal dari Google Play store,  dan pada September 2013, satu miliar perangkat Android telah diaktifkan.

Pada Februari 2017, Google Play store memiliki lebih dari 2,7 juta aplikasi Android yang diterbitkan, dan Pada Mei 2016, aplikasi telah diunduh lebih dari 65 miliar kali. Keberhasilan sistem operasi telah menjadikannya sebagai target litigasi paten sebagai bagian dari apa yang disebut "perang smartphone" antara perusahaan teknologi.

Perangkat Android menyumbang lebih dari setengah penjualan ponsel cerdas di sebagian besar pasar, termasuk AS, sementara "hanya di Jepang adalah Apple di atas" (angka September – November 2013).

Pada akhir tahun 2013, lebih dari 1,5 miliar smartphone Android telah terjual dalam empat tahun sejak 2010, menjadikan Android sebagai ponsel paling banyak terjual dan tablet OS. Tiga miliar smartphone Android diperkirakan akan dijual pada akhir 2014 (termasuk tahun-tahun sebelumnya).

Menurut perusahaan riset Gartner, perangkat berbasis Android mengalahkan semua pesaing, setiap tahun sejak 2012. Pada 2013, ia melampaui Windows 2.8: 1 atau sebesar 573 juta. Pada 2015, Android memiliki basis terinstal terbesar dari semua sistem operasi;  Sejak 2013, perangkat yang menjalankannya juga menjual lebih dari gabungan perangkat Windows, iOS, dan Mac OS X.

Menurut StatCounter, yang hanya melacak penggunaan untuk menjelajah web, Android adalah sistem operasi seluler paling populer sejak Agustus 2013. Android adalah sistem operasi paling populer untuk penjelajahan web di India dan beberapa negara lain (misalnya hampir seluruh Asia, dengan pengecualian Jepang dan Korea Utara).

Menurut StatCounter, Android paling sering digunakan di seluler di semua negara Afrika, dan menyatakan "penggunaan seluler telah melampaui desktop di beberapa negara termasuk India, Afrika Selatan, dan Arab Saudi".

Dengan hampir semua negara di Afrika telah melakukannya sudah (kecuali untuk tujuh negara, termasuk Mesir), seperti Etiopia dan Kenya di mana penggunaan seluler (termasuk tablet) adalah sebesar 90,46% (hanya Android, menyumbang 75,81% dari semua penggunaan di sana).

Meskipun ponsel Android di dunia Barat umumnya menyertakan pengaya Google (seperti Google Play) ke sistem operasi sumber terbuka, hal ini semakin tidak terjadi di pasar negara berkembang; "ABI Research mengklaim bahwa 65 juta perangkat dikirimkan secara global dengan Android open-source pada kuartal kedua [2014], naik dari 54 juta pada kuartal pertama".

Tergantung pada negara, persentase ponsel diperkirakan hanya didasarkan pada kode sumber AOSP, tanpa meninggalkan merek dagang Android: Thailand (44%), Filipina (38%), Indonesia (31%), India (21%), Malaysia (24%) ), Meksiko (18%), Brasil (9%).

Menurut laporan Gartner Januari 2015, "Android melampaui satu miliar pengiriman perangkat pada tahun 2014, dan akan terus tumbuh pada kecepatan dua digit pada tahun 2015, dengan peningkatan 26 persen dari tahun ke tahun."

Ini menjadikannya pertama kalinya bahwa semua sistem operasi tujuan umum telah mencapai lebih dari satu miliar pengguna akhir dalam setahun: dengan menjangkau hampir 1,16 miliar pengguna akhir pada tahun 2014, Android dikirim lebih dari empat kali lebih banyak daripada gabungan iOS dan OS X, dan lebih dari tiga kali lebih banyak daripada Microsoft Windows.

Gartner mengharapkan seluruh pasar ponsel untuk "mencapai dua miliar unit pada tahun 2016", termasuk Android. Menggambarkan statistik, Farhad Manjoo menulis di The New York Times bahwa "Tentang salah satu dari dua komputer yang dijual saat ini menjalankan Android. Itu telah menjadi platform komputasi yang dominan di Bumi."

Menurut perkiraan Statistica, smartphone Android memiliki basis terpasang 1,8 miliar unit pada tahun 2015, yang merupakan 76% dari perkiraan jumlah total ponsel cerdas di seluruh dunia. Android memiliki basis terinstal terbesar dari semua ponsel sistem operasi dan, sejak 2013, sistem operasi penjualan tertinggi secara keseluruhan dengan penjualan pada tahun 2012, 2013 dan 2014 dekat dengan basis terinstal semua PC.

Pada kuartal kedua tahun 2014, pangsa Android dari pasar pengiriman ponsel pintar global adalah 84,7%, sebuah rekor baru. Ini telah tumbuh menjadi 87,5% pangsa pasar dunia pada kuartal ketiga 2016, meninggalkan iOS pesaing utama dengan pangsa pasar 12,1%.

Menurut laporan StatCounter April 2017, Android menggantikan Microsoft Windows untuk menjadi sistem operasi paling populer untuk total penggunaan Internet. Itu telah mempertahankan kemajemukan sejak itu.

Pada bulan September 2015, Google mengumumkan bahwa Android memiliki 1,4 miliar pengguna aktif bulanan. Ini berubah menjadi 2 miliar pengguna aktif bulanan pada Mei 2017.

Adopsi pada Tablet Android
Meskipun sukses di smartphone, pada awalnya adopsi tablet Android lambat. Salah satu penyebab utamanya adalah situasi ayam atau telur di mana konsumen ragu-ragu untuk membeli tablet Android karena kurangnya aplikasi tablet berkualitas tinggi, tetapi pengembang ragu-ragu untuk menghabiskan waktu dan sumber daya mengembangkan aplikasi tablet sampai ada pasar yang signifikan untuk mereka.

Konten dan aplikasi "ekosistem" terbukti lebih penting daripada spesifikasi perangkat keras sebagai titik penjualan tablet. Karena kurangnya aplikasi khusus tablet Android pada tahun 2011, tablet Android awal harus puas dengan aplikasi smartphone yang sudah ada yang tidak sesuai dengan ukuran layar yang lebih besar, sedangkan dominasi iPad Apple diperkuat oleh sejumlah besar tablet-spesifik Aplikasi iOS.

Meskipun dukungan aplikasi dalam masa pertumbuhannya, sejumlah besar tablet Android, seperti Barnes & Noble Nook (bersama yang menggunakan sistem operasi lain, seperti HP TouchPad dan BlackBerry PlayBook) dilempar keluar ke pasar dalam upaya untuk memanfaatkan kesuksesan iPad.

InfoWorld telah menyarankan bahwa beberapa produsen Android awalnya memperlakukan tablet pertama mereka sebagai "bisnis Frankenphone", peluang investasi rendah jangka pendek dengan menempatkan OS Android yang dioptimalkan untuk smartphone (sebelum Android 3.0 Honeycomb untuk tablet tersedia) pada perangkat saat mengabaikan antarmuka pengguna. Pendekatan ini, seperti dengan Dell Streak, gagal mendapatkan traksi pasar dengan konsumen serta merusak reputasi awal tablet Android.

Selain itu, beberapa tablet Android seperti Motorola Xoom dihargai sama atau lebih tinggi dari iPad, yang merugikan penjualan. Pengecualian adalah Amazon Kindle Fire, yang mengandalkan harga lebih rendah serta akses ke ekosistem aplikasi dan konten Amazon.

Ini mulai berubah pada tahun 2012, dengan dirilisnya Nexus 7 yang terjangkau dan dorongan oleh Google bagi para pengembang untuk menulis aplikasi tablet yang lebih baik. Menurut International Data Corporation, pengiriman tablet yang diberdayakan Android melampaui iPad pada Q3 2012.

Hingga akhir 2013, lebih dari 191,6 juta tablet Android telah terjual dalam tiga tahun sejak 2011. Ini membuat tablet Android menjadi tablet yang paling laris di 2013, melebihi iPad pada kuartal kedua 2013.

Menurut statistik penggunaan web StatCounter, per 15 Agustus 2017, tablet Android mewakili sebagian besar perangkat tablet yang digunakan di Amerika Selatan (57,46%) dan Afrika (69,08%), sementara menjadi jauh kedua untuk iOS di Amerika Utara (25,29%) dan Eropa (32,64%), meskipun memiliki mayoritas besar di banyak negara Amerika Tengah, Karibia, dan Eropa Timur. Dan mewakili mayoritas di Asia (51,25%) terutama di India (65,98%) dan Indonesia (82,18%).

Android adalah kedua yang sangat jauh di 11,93% di Oceania juga, sebagian besar karena Australia (10,71%) dan Selandia Baru (16,9%), sementara di beberapa negara seperti Nauru lebih dari 80% tablet diyakini menggunakan Android. Selain itu, Android lebih sering digunakan oleh minoritas pengguna web di Antartika, yang tidak memiliki populasi permanen.

Pada Maret 2016, Galen Gruman dari InfoWorld menyatakan bahwa perangkat Android dapat menjadi "bagian nyata dari bisnis Anda tidak ada lagi alasan untuk menjaga jarak lengan Android.

Sekarang dapat menjadi bagian integral dari portofolio ponsel Anda sebagai iOS Apple perangkat adalah ". Setahun sebelumnya, Gruman telah menyatakan bahwa aplikasi Office mobile Microsoft sendiri "lebih baik di iOS dan Android" daripada pada perangkat Windows 10 milik Microsoft.

Penggunaan platform Android

  • Oreo (12,1%)
  • Nougat (30,8%)
  • Marshmallow (23,5%)
  • Lollipop (20,4%)
  • KitKat (9,1%)
  • Jelly Bean (3,6%)
  • Ice Cream Sandwich  (0,3%)
  • Gingerbread (0,2%)\


Persentase diatas menunjukkan perincian versi Android, berdasarkan perangkat yang mengakses Google Play Store dalam periode tujuh hari yang berakhir pada 23 Juli 2018.  Oleh karena itu, statistik ini mengecualikan perangkat yang menjalankan berbagai forks Android yang tidak akses Google Play Store, seperti tablet Api Amazon.

Pembajakan Aplikasi Android
Secara umum, aplikasi Android berbayar dapat dengan mudah dibajak. Dalam wawancara Mei 2012 dengan Eurogamer, para pengembang Football Manager menyatakan bahwa rasio pemain bajakan vs pemain sah adalah 9: 1 untuk permainan Football Manager Handheld mereka.

Namun, tidak setiap pengembang sepakat bahwa tingkat pembajakan adalah masalah; misalnya, pada bulan Juli 2012 pengembang game Wind-up Knight mengatakan bahwa tingkat pembajakan dari permainan mereka hanya 12%, dan sebagian besar pembajakan berasal dari Tiongkok, di mana orang tidak dapat membeli aplikasi dari Google Play.

Pada tahun 2010, Google merilis alat untuk memvalidasi pembelian resmi untuk digunakan dalam aplikasi, tetapi pengembang mengeluh bahwa ini tidak cukup dan tidak mudah untuk di-crack. Google menjawab bahwa alat tersebut, terutama rilis awalnya, dimaksudkan sebagai kerangka sampel bagi pengembang untuk dimodifikasi dan dikembangkan bergantung pada kebutuhan mereka, bukan sebagai solusi pembajakan yang telah selesai.

Android "Jelly Bean" memperkenalkan kemampuan aplikasi berbayar untuk dienkripsi, sehingga mereka dapat bekerja hanya pada perangkat yang dibeli.

Keamanan dan Kerahasiaan Android Yang Belum Diketahui Banyak Orang

Keamanan dan Kerahasiaan Android
Lingkup Pengawasan oleh Lembaga-lembaga Publik
Sebagai bagian dari pengungkapan pengawasan massal yang lebih luas tahun 2013, terungkap pada bulan September 2013 bahwa badan-badan intelijen Amerika dan Inggris, National Security Agency (NSA) dan Kantor Pusat Komunikasi Pemerintah (GCHQ), masing-masing, memiliki akses ke data pengguna di iPhone, BlackBerry , dan perangkat Android.

Mereka dilaporkan dapat membaca hampir semua informasi ponsel cerdas, termasuk SMS, lokasi, email, dan catatan.

Pada bulan Januari 2014, laporan lebih lanjut mengungkapkan kemampuan badan intelijen untuk mencegat informasi pribadi yang dikirimkan melalui Internet oleh jejaring sosial dan aplikasi populer lainnya seperti Angry Birds, yang mengumpulkan informasi pribadi pengguna mereka untuk iklan dan alasan komersial lainnya. GCHQ telah, menurut The Guardian, panduan gaya wiki dari berbagai aplikasi dan jaringan periklanan, dan data berbeda yang dapat disedot dari masing-masing.

Belakangan minggu itu, pengembang Angry Birds Finlandia Rovio mengumumkan bahwa mereka mempertimbangkan kembali hubungannya dengan platform iklannya dalam kasus ini, dan menyerukan kepada industri yang lebih luas untuk melakukan hal yang sama.

Dokumen-dokumen itu mengungkapkan upaya lebih lanjut oleh badan-badan intelijen untuk mencegat pencarian dan permintaan Google Maps yang dikirim dari Android dan smartphone lainnya untuk mengumpulkan informasi lokasi secara massal.

NSA dan GCHQ menegaskan bahwa kegiatan mereka sesuai dengan semua hukum domestik dan internasional yang relevan, meskipun Guardian menyatakan "pengungkapan terbaru juga dapat menambah kekhawatiran publik tentang bagaimana sektor teknologi mengumpulkan dan menggunakan informasi, terutama bagi mereka yang berada di luar AS, yang menikmati perlindungan privasi lebih sedikit daripada orang Amerika. "

Bocoran dokumen yang diterbitkan oleh WikiLeaks, dengan nama kode Vault 7 dan bertanggal dari 2013–2016, menjelaskan kemampuan Central Intelligence Agency (CIA) untuk melakukan pengawasan elektronik dan perang cyber, termasuk kemampuan untuk mengkompromikan sistem operasi kebanyakan smartphone (termasuk Android).

Ancaman Keamanan Umum Android
Penelitian dari perusahaan keamanan Trend Micro mendaftar penyalahgunaan layanan premium sebagai jenis malware Android yang paling umum, di mana pesan teks dikirim dari telepon yang terinfeksi ke nomor telepon premium tanpa persetujuan atau bahkan pengetahuan pengguna.

Malware lain menampilkan iklan yang tidak diinginkan dan mengganggu pada perangkat, atau mengirim informasi pribadi ke pihak ketiga yang tidak sah. Ancaman keamanan di Android dilaporkan tumbuh secara eksponensial.

Namun, para insinyur Google berpendapat bahwa ancaman malware dan virus di Android dibesar-besarkan oleh perusahaan keamanan karena alasan komersial, dan menuduh industri keamanan bermain ketakutan untuk menjual perangkat lunak perlindungan virus kepada pengguna. 

Google menyatakan bahwa malware berbahaya sebenarnya sangat langka, dan survei yang dilakukan oleh F-Secure menunjukkan bahwa hanya 0,5% malware Android yang dilaporkan berasal dari Google Play store.

Pada bulan Agustus 2015, Google mengumumkan bahwa perangkat dalam seri Google Nexus akan mulai menerima tambalan keamanan bulanan. Google juga menulis bahwa "Perangkat Nexus akan terus menerima pembaruan besar setidaknya selama dua tahun dan tambalan keamanan selama lebih dari tiga tahun dari ketersediaan awal atau 18 bulan dari penjualan terakhir perangkat melalui Google Store."

Bulan Oktober berikutnya, para peneliti di University of Cambridge menyimpulkan bahwa 87,7% ponsel Android yang digunakan memiliki kerentanan keamanan yang diketahui tetapi belum ditambal karena kurangnya pembaruan dan dukungan.

Ron Amadeo dari Ars Technica juga menulis pada bulan Agustus 2015 bahwa "Android pada awalnya dirancang, di atas segalanya, untuk diadopsi secara luas. Google memulai dari nol dengan pangsa pasar nol persen, jadi senang untuk menyerahkan kendali dan memberikan semua orang tempat duduk di meja sebagai ganti adopsi.

Namun sekarang, Android memiliki sekitar 75–80 persen pasar smartphone di seluruh dunia — menjadikannya bukan hanya sistem operasi seluler paling populer di dunia, tetapi bisa dibilang sistem operasi paling populer, periode Dengan demikian, keamanan telah menjadi masalah besar. Android masih menggunakan rantai pembaruan perangkat lunak yang dirancang kembali ketika ekosistem Android memiliki perangkat nol untuk diperbarui, dan itu tidak berfungsi ".

Mengikuti berita jadwal bulanan Google, beberapa pabrikan, termasuk Samsung dan LG, berjanji untuk mengeluarkan pembaruan keamanan bulanan, tetapi, seperti dicatat oleh Jerry Hildenbrand di Android Central pada Februari 2016, "alih-alih kami mendapat beberapa pembaruan tentang versi tertentu dari sejumlah kecil model. Dan banyak janji yang rusak "

Dalam posting Maret 2017 di Google Security Blog, keamanan Android memimpin Adrian Ludwig dan Mel Miller menulis bahwa "Lebih dari 735 juta perangkat dari 200+ produsen menerima pembaruan keamanan platform pada tahun 2016" dan bahwa "Operator dan mitra perangkat keras kami membantu memperluas penyebaran pembaruan ini, merilis pembaruan untuk lebih dari setengah dari 50 perangkat teratas di seluruh dunia pada kuartal terakhir 2016 ".

Mereka juga menulis bahwa "Sekitar setengah dari perangkat yang digunakan pada akhir tahun 2016 belum menerima pembaruan keamanan platform pada tahun sebelumnya", menyatakan bahwa pekerjaan mereka akan terus fokus pada penyederhanaan program pembaruan keamanan untuk penyebaran yang lebih mudah oleh produsen.

Selain itu, dalam komentar untuk TechCrunch, Ludwig menyatakan bahwa waktu tunggu untuk pembaruan keamanan telah berkurang dari "enam hingga sembilan minggu ke hanya beberapa hari", dengan 78% perangkat andalan di Amerika Utara menjadi yang terbaru pada keamanan pada akhir tahun 2016.

Patch untuk bug yang ditemukan di sistem operasi inti sering tidak menjangkau pengguna perangkat yang lebih tua dan berharga lebih rendah.

Namun, sifat open-source Android memungkinkan kontraktor keamanan untuk mengambil perangkat yang ada dan menyesuaikannya untuk penggunaan yang sangat aman. Sebagai contoh, Samsung telah bekerja dengan General Dynamics melalui akuisisi Open Kernel Labs mereka untuk membangun kembali Jelly Bean di atas microvisor mereka yang mengeras untuk proyek "Knox".

Smartphone Android memiliki kemampuan untuk melaporkan lokasi titik akses Wi-Fi, ditemui sebagai pengguna ponsel bergerak, untuk membangun basis data yang berisi lokasi fisik ratusan juta titik akses tersebut.

Basis data ini membentuk peta elektronik untuk menemukan smartphone, memungkinkan mereka untuk menjalankan aplikasi seperti Foursquare, Google Latitude, Facebook Places, dan untuk mengirimkan iklan berbasis lokasi.

Perangkat lunak pemantauan pihak ketiga seperti TaintDroid, sebuah proyek yang didanai penelitian akademis, dapat, dalam beberapa kasus, mendeteksi ketika informasi pribadi dikirim dari aplikasi ke server jarak jauh.

Fitur Keamanan Teknis Android
Aplikasi Android berjalan di kotak pasir, area terisolasi dari sistem yang tidak memiliki akses ke sumber daya sistem lainnya, kecuali izin akses secara eksplisit diberikan oleh pengguna saat aplikasi diinstal, namun ini mungkin tidak dapat dilakukan sebelum menginstal aplikasi.

Tidak mungkin, misalnya, untuk mematikan akses mikrofon dari aplikasi kamera yang sudah terpasang tanpa mematikan kamera sepenuhnya. Ini berlaku juga di Android versi 7 dan 8.

Sejak Februari 2012, Google telah menggunakan pemindai malware Google Bouncer untuk mengawasi dan memindai aplikasi yang tersedia di Google Play store. Fitur "Verifikasi Aplikasi" diperkenalkan pada bulan November 2012, sebagai bagian dari versi sistem operasi Android 4.2 "Jelly Bean", untuk memindai semua aplikasi, baik dari Google Play dan dari sumber pihak ketiga, untuk perilaku jahat.

Awalnya hanya melakukannya saat penginstalan, Verifikasi Aplikasi menerima pembaruan pada tahun 2014 untuk "memindai" aplikasi secara terus-menerus, dan pada tahun 2017 fitur ini dibuat terlihat oleh pengguna melalui menu di Pengaturan.

Sebelum menginstal aplikasi, Google Play store menampilkan daftar persyaratan yang perlu berfungsi oleh aplikasi. Setelah meninjau izin ini, pengguna dapat memilih untuk menerima atau menolaknya, menginstal aplikasi hanya jika mereka menerima. Di Android 6.0 "Marshmallow", sistem izin diubah; aplikasi tidak lagi secara otomatis diberikan semua izin yang ditentukan pada waktu pemasangan.

Sistem opt-in digunakan sebagai gantinya, di mana pengguna diminta untuk memberikan atau menolak izin individu untuk suatu aplikasi ketika mereka dibutuhkan untuk pertama kalinya. Aplikasi mengingat hibah, yang dapat dicabut oleh pengguna kapan saja. Aplikasi pra-instal, bagaimanapun, tidak selalu menjadi bagian dari pendekatan ini.

Dalam beberapa kasus, tidak dimungkinkan untuk menolak izin tertentu ke aplikasi yang sudah dipasang sebelumnya, juga tidak memungkinkan untuk menonaktifkannya. Aplikasi Google Play Layanan tidak dapat di-uninstall, atau dinonaktifkan. Setiap upaya berhenti paksa, hasilkan aplikasi dimulai kembali.

Model perizinan baru hanya digunakan oleh aplikasi yang dikembangkan untuk Marshmallow menggunakan kit pengembangan perangkat lunaknya (SDK), dan aplikasi yang lebih lama akan terus menggunakan pendekatan all-or-nothing sebelumnya. Izin masih dapat dicabut untuk aplikasi tersebut, meskipun ini mungkin mencegahnya berfungsi dengan benar, dan peringatan ditampilkan untuk efek itu.

Pada bulan September 2014, Jason Nova dari Android Authority melaporkan pada studi oleh perusahaan keamanan Jerman Fraunhofer AISEC dalam perangkat lunak antivirus dan ancaman malware di Android. Nova menulis bahwa "Sistem operasi Android berurusan dengan paket perangkat lunak dengan meng-sandbox mereka; ini tidak memungkinkan aplikasi untuk daftar isi direktori aplikasi lain untuk menjaga sistem tetap aman.

Dengan tidak mengizinkan antivirus untuk membuat daftar direktori aplikasi lain setelah instalasi, aplikasi yang tidak menunjukkan perilaku mencurigakan yang melekat saat diunduh akan aman. Jika kemudian pada bagian aplikasi diaktifkan yang ternyata berbahaya, antivirus tidak akan mengetahui karena berada di dalam aplikasi dan keluar dari antivirus ' yurisdiksi".

Studi oleh Fraunhofer AISEC, memeriksa perangkat lunak antivirus dari Avast, AVG, Bitdefender, ESET, F-Secure, Kaspersky, Lookout, McAfee (sebelumnya Intel Security), Norton, Sophos, dan Trend Micro, mengungkapkan bahwa "aplikasi antivirus yang teruji tidak memberikan perlindungan terhadap malware yang disesuaikan atau serangan yang ditargetkan ".

Dan bahwa" aplikasi antivirus yang teruji juga tidak dapat mendeteksi malware yang benar-benar tidak diketahui hingga saat ini tetapi tidak berusaha menyembunyikan keganasannya ".

Pada bulan Agustus 2013, Google mengumumkan Android Device Manager (berganti nama menjadi Find My Device pada Mei 2017), sebuah layanan yang memungkinkan pengguna untuk melacak, menemukan, dan menghapus perangkat Android mereka dari jarak jauh, dengan Aplikasi Android untuk layanan dirilis pada bulan Desember.

Pada bulan Desember 2016, Google memperkenalkan aplikasi Kontak Tepercaya, memungkinkan pengguna meminta pelacakan lokasi orang-orang terkasih selama keadaan darurat.

Notification
Ini adalah popup notifikasi.
Done